... kasus CAFTA, Indonesia berada pada pihak yang dirugikan... pemerintah harus lebih teliti dan berhati-hati... "
Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri menilai diplomasi perdagangan internasional oleh pemerintah Indonesia lemah. Indikasinya dari beban yang ditanggung pengusaha nasional.

Ketua Umum Kadin Indonesia, Suryo Sulisto, di Jakarta, Kamis, menyatakan, "Negosiasi dengan pihak mitra asing kerapkali tidak dilakukan secara cermat dan sering diabaikan. Ditandai dengan hanya menyerahkan pelaku negosiasi eselon bawah."

Dengan pola strategi diplomasi dagang seperti itu, lanjutnya, maka Indonesia selalu kalah dan menjadi korban sehingga beban kerugian yang besar ditanggung oleh dunia usaha.

Ia memaparkan contoh paling nyata adalah ACFTA (Asean-China Free Trade Area) yang dinilai meluluhlantakkan usaha kecil dan menengah serta membuat industri nasional mati suri dengan gejala massal terjadinya deindustrialisasi.

Karena itu setiap ada usaha negosiasi baru, maka dunia usaha dan publik merespon dengan tegas penolakan awal yang keras tanpa mengetahui isi negosiasi dagang tersebut. "Sebabnya tidak lain karena secara historis kinerja pemerintah dalam diplomasi ekonomi lemah, sehingga publik dan dunia dunia usaha kurang percaya," katanya.

Dia juga mengingatkan, kinerja perdagangan produk industri pada 2007-2011 justru mengalami defisit dan pertumbuhan impor mencapai hingga tiga kali lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor.

Dengan China, ujar dia, pertumbuhan impor pada periode tersebut mencapai lebih dari 300 persen sehingga defisit perdagangan semakin besar.

"Dalam kasus CAFTA, Indonesia berada pada pihak yang dirugikan dengan korban pengusaha sektor industri. Memang, kondisi perdagangan antara negara dan wilayah berbeda-beda, tetapi belajar pada kasus tersebut pemerintah harus lebih teliti dan berhati-hati," kata Suryo.

(M040)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2012