Kedua bersaudara itu mungkin menulis cerita itu, tapi (dongeng itu) sudah ada selama seribu tahun atau lebih sebelum mitos hikayat Yunani, Yahudi dan Mesir
Jakarta (ANTARA News) - Buku koleksi dongeng Grimm Bersaudara yang berjudul "Die Kinder und Hausmärchen" (Children's and Household Tales) pertama kali dipublikasikan 200 tahun lalu.

Bertepatan dengan ulang tahun ke-200 publikasi pertama Grimm Bersaudara, berbagai perayaan digelar untuk menandai kelahiran buku berisi 86 cerita yang paling banyak dibaca di dunia itu.

Mesin pencari Google merayakan kelahiran buku dongeng Jacob Ludwig Carl Grimm dan Wilhelm Carl Grimm dengan menampilkan ilustrasi dongeng-dongeng mereka, termasuk Red Riding Hood (Gadis Bertudung Merah).

Akademisi dari seluruh dunia pekan ini bertemu di kota Kassel di pusat Jerman, dekat dengan tempat kelahiran Grimm Bersaudara, untuk menyambut tahun 2013 dengan kongres tentang Grimm Bersaudara.

Pesertanya yang beragam, dari lexikografer sampai psikoanalis, akan fokus membahas semua hal tentang buku warisan abadi dari kedua bersaudara itu serta pengaruhnya terhadap tata bahasa Jerman dan bagaimana mereka membentuk imajinasi bangsa Jerman.

"Bahkan selama hidup mereka, buku Grimm menjadi buku paling laris di semua kelas masyarakat. Dan mereka menjadi bagian sangat penting dari budaya sehari-hari dan identitas nasional kita," kata Presiden Kongres, Claudia Brinker-von der Heyde, seperti dikutip laman The Guardian.

Perayaan untuk dua bersaudara Jerman yang mengumpulkan cerita-cerita tentang pangeran dan putri, hutan, istana dan sihir, juga hikayat gelap tentang kanibalisme, pembunuhan dan ibu tiri jahat itu meliputi instalasi seni, kabaret, teater, pembacaan dongeng dan pertunjukan opera.

Selain itu juga ada pertunjukan cahaya dan jelajah hutan di kota bagian barat Marburg, tempat dua bersaudara Grimm belajar.

Di tengah keriuhan perayaan bagi dua bersaudara yang memberikan cerita tak terlupakan tentang Gadis Bertudung Merah, Putri Salju dan Tujuh Kurcaci, dan Rapunzel, itu pengamat budaya mengingatkan perlunya pengkajian ulang terhadap warisan sastra yang sering dihubungkan dengan sejarah Jerman yang suram.

Dalam sebuah esai di Der Spiegel, komentator budaya Matthias Matussek menyatakan bahwa "buku paling sukses dalam Bahasa Jerman" itu menawarkan eksplorasi ke dalam "jiwa gelap" orang.

Namun, menurut dia, kebanyakan orang Jerman sudah sejak lama tak lagi mencintai kedua pencerita itu.

Grimm Bersaudara lebih dihormati di tempat lain, dari Asia dan India sampai Amerika Serikat dan tempat lain di Eropa dibandingkan di tanah mereka sendiri.

"Grimm lebih populer di China daripada di sini. Apa yang mereka lihat dari kita yang tidak kita lihat sendiri lagi? Apakah kita menjadi buta karena sudah overdosis dongeng gelap? katanya.

Sementara banyak turis pergi ke Bremen untuk merasakan atmosfer cerita "the Town Musicians of Bremen", atau ke Istana Putri Tidur abad ke-14 di Sababurg, ketertarikan orang-orang Jerman terhadap cerita dan hal-hal tentang cerita di sekitar mereka sangat rendah.

Matussek menggambarkan Grimm bersaudara sebagai dokter jiwa yang "menguping" suka cita, ketakutan dan harapan primordial orang Jerman, serta menulis apa yang mereka punya ketika kenangan tentang perang 30 tahun pada abad ke-17 masih kuat dalam ingatan dan Napoleon dilihat sebagai ancaman perdamaian baru.

Dia mengatakan, adalah era Nazi yang menghilangkan ketertarikan orang Jerman terhadap dongeng farvorit mereka.

"Sejak itu, orang-orang Jerman hidup tanpa mimpi dan mereka ingin memastikan akan tetap demikian seterusnya," kata dia. "Tidak memiliki sebuah mimpi dan visi--jika konsekuensinya kediktatoran yang membunuh."

Teorinya, cerita Grimm yang sangat brutal seperti "How Children Played Butcher With Each Other" (Bagaimana Anak-Anak Bermain Jagal Satu Sama Lain) tentang bunuh diri seluruh keluarga, berdampak buruk terhadap karakter orang Jerman.

Dalam buku "Roots of German Nationalism" (Akar Nasionalisme Jerman) yang ditulis tahun 1978, Louis Snyder mengatakan kedua bersaudara itu membantu membentuk sifat perusak tertentu, disiplin, kepatuhan, otoritarianisme serta pemuliaan kekerasan dan nasionalisme, yang menjadi bagian dan karakter nasional.

Alasan itu membuat para pemimpin Jerman melarang penggunaan buku Grimm di sekolah setelah perang, karena mereka menemukan akar Naziisme di dunia Grimm.

Penulis Jerman Günther Birkenfeld melihat dongeng itu sebagai jawaban atas "bagaimana orang Jerman mampu melakukan kekejaman Belsen dan Auschwitz".

Buku itu, karenanya dilarang dalam kegiatan pengasuhan di Jerman--yang secara berlanjut melakukan usaha anti-otoritarianisme dan promoderninasi untuk menangkal pengaruh Nazi-- selama berpuluh tahun.

Matussek dan yang lainnya menyerukan pemikiran kembali tempat cerita Grimm dalam identitas budaya Jerman.

Sementara sutradara teater Jan Zimmermann, yang mementaskan versi dongeng biografi Grimm Bersaudara di Hexenkessel Hoftheater di Berlin, berpendapat kedua bersaudara itu bertahan karena cerita mereka mendunia.

"Kedua bersaudara itu mungkin menulis cerita itu, tapi (dongeng itu) sudah ada selama seribu tahun atau lebih sebelum mitos hikayat Yunani, Yahudi dan Mesir. Apa yang mereka lakukan adalah melestarikannya selamanya seperti lalat di damar. Terserah kita untuk membuat mereka tetap hidup atau tidak," katanya kepada The Guardian.

(ANT)

Pewarta: Maryati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2012