Tokyo (ANTARA) - Dolar menguat di sesi Asia pada Rabu sore, setelah bergerak naik dan turun seiring dengan volatilitas pasar obligasi di sesi terakhir, karena investor mencermati indikator ekonomi AS, komentar Federal Reserve dan laba perusahaan untuk petunjuk tentang jalur suku bunga.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, terkerek 0,09 persen menjadi 101,81 di perdagangan Asia, menyusul penurunan 0,36 persen pada Selasa (18/4) yang membalikkan reli 0,54 persen dari sesi sebelumnya. Pada Jumat (14/4), indeks turun ke level terendah satu tahun di 100,78.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun, yang sangat sensitif terhadap ekspektasi Fed, mencapai tertinggi hampir satu bulan di 4,231 persen semalam dan tetap tinggi di perdagangan Tokyo pada Rabu.

Pasangan dolar-yen, yang cenderung mengikuti imbal hasil AS, bertambah 0,19 persen menjadi 134,35 yen per dolar, pulih dari penurunan 0,29 persen pada Selasa (18/4).

Presiden Fed St. Louis James Bullard mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara bahwa dia condong ke arah pengetatan tambahan 75 basis poin, versus konsensus pasar untuk satu lagi kenaikan 25 basis poin bulan depan dan kemudian potensi pemotongan sebanyak dua seperempat poin akhir tahun ini.

Sebaliknya, Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan dalam sebuah wawancara dengan CNBC bahwa dia mengharapkan hanya satu kenaikan seperempat poin lagi, diikuti dengan jeda yang diperpanjang.

"Pasar cukup pasrah dengan kenaikan 25 basis poin pada pertemuan Mei, jadi lebih banyak pasang surut ekspektasi tentang penurunan suku bunga tahun ini yang menyebabkan volatilitas di pasar obligasi AS," kata Ray Attrill, kepala strategi valuta asing di National Australia Bank.

"Ini adalah volatilitas di pasar obligasi yang mendorong dolar, bukan sebaliknya."

Penurunan dolar pada Selasa (18/4) juga didorong oleh berkurangnya permintaan untuk keamanannya setelah apa yang disebut Attrill sebagai data pertumbuhan ekonomi China "blockbuster" hari itu, yang pada gilirannya mendukung mata uang sensitif risiko Australia.

Aussie hampir datar di 0,6730 dolar AS pada Rabu, menyusul reli 0,41 persen di sesi sebelumnya.

Euro sedikit menurun menjadi 1,0967 dolar setelah kenaikan 0,42 persen pada Selasa (18/4). Sterling menyentuh 1,2420 dolar setelah kenaikan 0,38 persen sehari sebelumnya.

Indeks dolar tahun lalu mencapai puncak lonjakan 16 bulan dengan mencapai level tertinggi dua dekade di 114,78 pada akhir September, yang diikuti oleh penurunan tajam dan stabil hingga awal Februari.

Indeks kemudian melambung karena krisis perbankan memicu kekhawatiran resesi global, mencapai puncak tiga bulan pada awal Maret.

Namun, laba bank dari beberapa hari terakhir terbukti kuat secara keseluruhan, dan imbal hasil obligasi telah pulih dengan kuat dari posisi terendah multi-bulan yang dicapai bulan lalu.

"Kekuatan pendorong utama yang digunakan untuk mendukung dolar AS yang luas - yaitu, melemahnya pertumbuhan global - telah memudar, jika tidak dinetralkan," tulis analis HSBC dalam catatan klien.

"Penurunannya cenderung lebih besar dari yang diperkirakan beberapa orang."

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023