"Kami tetap menyatakan kecemasan, kendatipun situasi semakin buruk."
Hong Kong (ANTARA News/AFP) - Puluhan ribu warga berunjuk rasa turun ke jalan-jalan Hongkong pada Selasa guna menuntut pemimpin kota itu, Leung Chun-ying, mundur dari jabatannya dan menginginkan demokrasi lebih luas pasca-15 tahun diserahkan Kerajaan Inggris kepada China.

Pengelola unjuk rasa memperkirakan 50.000 orang bergabung dengan gerakan Hari Tahun Baru menentang Leung Chun-ying, sementara kelompok-kelompok pro-pemerintah melakukan aksi terpisah yang jumlahnya lebih kecil mendukung kepala eksekutif dukungan Beijing itu.

Sejak berkuasa Juli 2012 popularitas Leung menurun, dan menghadapi mosi tidak percaya di parlemen di tengah-tengah pertikaian menyangkut bangunan ilegal rumahnya yang mewah, sebagai salah satu masalah politik yang peka di kota itu.

"Kami tetap menyatakan kecemasan, kendatipun situasi semakin buruk," kata Billy Li, mahasiswa berusia 27 tahun, saat para demonstran mulai ke luar dari satu taman bergerak ke kantor pusat pemerintah.

Memegang poster-poster yang menggambarkan Leung sebagai mayat pengisap darah serigala, para pemrotes yang beberapa diantaranya membawa bendera era penjajahan Inggris meneriakkan, "Beri kami segera hak pilih universal. Leung Chun-ying mundur."

Leung mengakui dan meminta maaf atas bangunan-bangunan itu, yang dibangun tanpa izin.

Ia menjadi kepala eksekutif setelah pesaingnya untuk jabatan itu, Henry Tang, dikalahkan akibat pertikaian menyangkut bangunan yang ilegal rumahnya itu.

Para pengunjuk rasa menggunakan skandal itu untuk mendesak hak pilih universal dalam memilih pemimpin Hongkong.

Kota itu diserahkan kepada pihak Beijing pada 1997, tetapi tetap mempertahankan status semi-otonomi dengan jaminan kebebasan hak-hak sipil, seperti hak untuk melakukan protes yang tidak ada di China daratan.

Leung dipilih pada Maret 2012 oleh komite pemilihan beranggotakan 1.200 orang yang dikuasai elit pro-Beijing, di tengah-tengah kemarahan yang meningkat tujuh juta penduduk kota itu menyangkut apa yang mereka anggap campur tangan pemerintah pusat China dalam urusan lokal.

Beijing menilai, kepala ekskutif kota itu dapat dipilih langsung pada 2017 paling cepat, dengan parlemen pada tahun 2020.

Sekitar 1.000 polisi dilaporkan dikerahkan untuk mengamankan unjuk rasa itu, setelah terjadi bentrokan akhir pekan dalam satu unjuk rasa pro-pemerintah di mana dua wartawan juga diserang.
(Uu.H-RN/H-AK)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013