Jika semua anak-anak pintar harus bersekolah di sekolah yang reguler, maka dikhawatirkan tidak ada kesempatan untuk berkembang."
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyiapkan sejumlah kebijakan diantaranya hibah kompetisi sebagai solusi alternatif peningkatan kompetensi sekolah, pascakeputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan penggugat terkait dasar hukum Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional.

"Apapun putusan itu, kami akan menghargai, dan tetap menjalankannya. Saat ini, koordinasi dengan MK, Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota sedang berjalan untuk menyelesaikan tindak lanjut putusan itu," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh.

Mendikbud menegaskan pembatalan status RSBI tidak akan menyurutkan semangat Kemdikbud untuk meningkatkan kualitas sekolah.

"Meskipun tidak ada RSBI, semangat untuk meningkatkan kualitas sekolah, akses pendidikan tidak boleh turun," katanya.

Terkait Implementasi hibah kompetisi, Mohammad Nuh mengatakan semua sekolah akan mengikuti proses penyaringan program peningkatan kualitas pendidikan yang dijalankan di sekolah masing-masing dan hibah akan diberikan kepada sekolah yang lulus penyaringan.

"Masa berlaku hibah ini satu tahun, dan akan diperbaharui setiap tahunnya."Jadi sekolah yang sama tidak akan serta merta menerima hibah di tahun berikutnya," kata Mendikbud.

Terkait pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pascakeputusan MK, Mendikbud menegaskan kegiatan belajar mengajar di sekolah RSBI tidak boleh serta merta dihentikan.

"Sekolah harus tetap berjalan seperti biasa, tidak boleh berhenti kegiatan-kegiatannya, sampai akhir semester genap ini. Pelajaran harusdituntaskan hingga Juni, akhir semester genap ini," ujarnya.

Langkah selanjutnya yang akan ditempuh Kemdikbud adalah segera mengundang dinas pendidikan baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk berkoordinasi, membahas langkah berikutnya.

Selain itu Kemdikbud juga berkoordinasi dengan MK, terkait keputusan pembatalan RSBI.

"Hal ini terkait dengan penafsiran keputusan MK, apakah berimplikasi pada penghentian semua RSBI ataukah hanya sekolah RSBI negeri, ujar Mendikbud. "Saat ini, koordinasi dengan MK, Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota sedang berjalan untuk menyelesaikan tindak lanjut," katanya.

Pembatalan status RSBI merupakan "judicial review" keempat terhadap Undang-Undang Sisdiknas yang diajukan dan dikabulkan MK.

Sebelumnya MK telah mengabulkan pengujian terhadap adalah pasal 49 tentang anggaran pendidikan, pasal 53 tentang Badan Hukum Publik dan pasal 55 tentang bantuan bagi sekolah swasta.

MK pada Selasa (8/1) mengabulkan permohonan sejumlah orang tua murid dan aktivis pendidikan untuk menguji pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional yang tidak bisa mengakses satuan pendidikan RSBI dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) karena mahal.

Orang tua murid yang mengajukan "judicial review" adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria dan Milang Tauhida bersama sejumlahaktivis pendidikan yaitu Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo dan Febri Antoni Arif.

Sejak 2006
Kebijakan penyelenggaraan proyek rintisan sekolah bertaraf internasional atau sekolah berstandar internasional di jenjang pendidikan dasar hingga menengah yang diimplementasikan pada 2006, awalnya bertujuan untuk mewadahi anak-anak Indonesia yang memiliki prestasi akademik.

Mendikbud Mohammad Nuh menyatakan siswa-siswa berprestasi sudah sewajarnya jika ditangani secara khusus.

"Jika semua anak-anak pintar harus bersekolah di sekolah yang reguler, maka dikhawatirkan tidak ada kesempatan untuk berkembang".

Namun demikian, dalam pelaksanaan di lapangan keberadaan RSBI banyak menuai kritik dari berbagai pengamat, pemerhati dan praktisi pendidikan karena banyak "melenceng" dari tujuan.

Sejak tahun 2006 sampai sekarang RSBI belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan khususnya dalam peningkatan mutu.

Berdasarkan hasil evaluasi yang dilansir Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak jauh berbeda antara sekolah RSBI dan sekolah reguler dari segi mutu.

Anggota Komisi X DPR RI, Raihan Iskandar menyatakan RSBI yang berlaku selama ini belum jelas mengatur aspek metodelogi pendidikan RSBI, kualitas guru dan murid, serta biaya pendidikan.

Sebenarnya, tujuan didirikannya RSBi itu sudah bagus, yakni mendorong pemerintah daerah untuk mendirikan minimal satu sekolah RSBI di setiap kabupaten/kota untuk bisa menampung anak-anak yang berprestasi.

Namun, lanjutnya, pada pelaksanaan banyak yang melenceng, salah satunya tentang masalah pembiayaan atau iuran yang tinggi sehingga sekolah penyelenggara RSBI cenderung menjadi komersil bukan pada kualitas tetapi lebih pada bisnis pendidikan.

Raihan Iskandar, mengatakan bahwa adanya putusan MK terkait RSBI ini memungkinkan anggaran untuk RSBI yang tercantum dalam APBN 2013 akan ditandai terlebih dahulu. Ia juga menjelaskan akan segera bertemu dengan pihak kementerian untuk membahas masalah anggaran ini. "Akan dibintangi dulu untuk anggaran yang kaitannya dengan RSBI ini".

Studi awal Proyek RSBI/SBI yang dilaksanakan Koalisi Pendidikan yakni antara lain serikat guru dari berbagai wilayah di Indonesia, Aliansi Orang Tua Peduli Pendidikan, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan proyek rintisan sekolah bertaraf internasional atau sekolah berstandar internasional (RSBI/SBI) mendorong kastanisasi, antidemokrasi, dan bertentangan dengan tujuan pendidikan.

Selain itu, program ini justru menciptakan hambatan bagi warga untuk mendapat pelayanan pendidikan berkualitas karena elitis bagi kelompok tertentu, padahal dana yang dikucurkan berasal dari APBN.

Koalisi Pendidikan meminta pemerintah seharusnya fokus menjalankan kewajiban untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan sehingga setiap sekolah di seluruh pelosok Tanah Air mencapai delapan standar nasional pendidikan (SNP). Namun yang terjadi justru Kemdikbud mendorong sekolah berlabel RSBI untuk melakukan pungutan kepada orangtua atau calon orangtua murid akibat tidak ada aturan mengendalikan pungutan yang dilakukan oleh sekolah.

1300 RSBI
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Suyanto menyatakan sebanyak 1300 sekolah RSBI bersaing kompetensi dengan sekolah non-RSBI, masing-masing sebanyak 239 Sekolah Dasar, 356 Sekolah Menengah Pertama, dan 400-an Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan.

RSBI merupakan pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi standar nasional pendidikan, mencakup standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Nilai tambah yang dimiliki RSBI adalah adanya pengayaan standar pendidikan yang diadopsi dari standar pendidikan negara maju.

Payung hukum yang menaungi adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) pasal 50 ayat 3, diikuti dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 78 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional.

Pascakeputusan MK terkait pembatalan status RSBI, maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan merombak alokasi anggaran yang sudah disetujui dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim mengatakan bahwa anggaran untuk 2013 ini sudah disetujui. Namun menyusul keputusan MK terkait RSBI, pihaknya akan membahas kembali peruntukan dana anggaran yang semestinya untuk RSBI tersebut.

"Yang jelas anggaran sudah diketok. Kami akan bicarakan lagi untuk peruntukannya. Bisa saja dialihkan untuk kurikulum baru," kata Musliar saat jumpa pers pasca putusan MK terkait RSBI.

Ia juga menjelaskan Kemdikbud akan segera melakukan pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) terkait keputusan MK tentang RSBI.

Musliar mengimbau pada sekolah RSBI untuk bersiap jika dana block grant yang dikucurkan dari pemerintah tidak lagi turun pasca putusan ini. Untuk itu, sekolah RSBI harus mulai menyesuaikan program untuk sekolahnya sesuai dengan dana yang dimiliki.

(Z003/A025)

Oleh Zita Meirina
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013