Ini murni digunakan untuk kepentingan PT KA. Terutama untuk memastikan perjalanan kereta api yang melintas tidak ada hambatan apapun,"
Surabaya (ANTARA News) - Sebanyak 3.312 rumah di bantaran rel Kereta Api (KA) terancam tergusur menyusul rencana pengembangan rel oleh PT KA di Surabaya.

"Saya hanya menjalankan tugas," kata Kepala Daerah Operasinal (DAOP) 8 PT KA Surabaya, Muhammad Maulana Nurcholis, saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi C DPRD Surabaya, Senin.

Menurut dia, sesuai dengan pasal 12 UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, luas daerah manfaat jalan (damaja) sudah ditentukan. Untuk sisi paling luar kanan kiri rel lebarnya 6 meter. Bahkan berdasarkan instruksi dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah ditetapkan 12 meter.

Sementara untuk jumlah rumah yang akan dieksekusi, lanjutnya, berdasarkan data yang ia miliki di Surabaya terdapat 3.312 rumah yang bakal digusur seperti di kawasan Sidotopo-Kalimas 1.225 rumah, Surabaya kota-Pasar Turi 275 rumah, Surabaya-sidoarjo 191 rumah dan masih banyak lainnya.

Selain itu, pihaknya juga membantah jika lahan bekas rumah warga nantinya akan dijadikan lahan komersial. Menurutnya, pernyataan sebagian orang bila lahan tersebut akan disewakan kepada pihak ke tiga adalah tidak benar.

"Ini murni digunakan untuk kepentingan PT KA. Terutama untuk memastikan perjalanan kereta api yang melintas tidak ada hambatan apapun," ujar Nur Cholis.

Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Surabaya Syaiful Bahri mengatakan agar pihak PT KA menunda dulu rencana pembongkaran rumah itu.

"Dalam eksekusi harus ada hasil akhior yang jelas. Masyarakatnya mau dikemanakan pascapembongkaran. Bila itu belum dilakukan, lebih baik ditunda dulu sampai ada kesepakatan antara PT KA dengan warga," ujarnya.

Menurut dia, selama ini dasar PT KA melakukan eksekusi adalah menggunakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007. Padahal jika menilik usia peraturan yang digunakan, masih kalah jauh dengan rentang waktu warga menghuni lahan tersebut.

Hal sama disampaikan anggota Komisi C lainya, Adi Sutarwijono. Ia menegaskan dalam sejarahnya kolonial Belanda membangun perlintasan kereta api di atas lahan rampasan milik rakyat. Itu artinya, tanah yang selama ini diklaim milik KA sebenarnya adalah punya warga pribumi.

Menurut Adi, sebenarnya anggota legislatif mendukung rencana PT KA mengembangkan jaringan rel di Surabaya. Apalagi, rencana itu bertujuan mengurai kemacetan lalu lintas di tanah air.

Akan tetapi, lanjut dia, karena rencana itu bertabrakan dengan masyarakat dalam memperjuangkan hidup mati mereka, dirinya berharap PT KA kembali melakukan kajian.

"Sehebat apapun PT KA membangun jalur perkeretaapian tapi mengorbankan masyarakat, menurut saya itu tidak ada bedanya dengan aksi kolonial," ujar legislator dari PDIP Surabaya ini.

Oleh karena itu, Adi berharap PT KAI tidak gegabah dan berhati-hati karena masalah penggusuran warga memiliki eskalasi konflik yang cukup tinggi. "Kalau tidak hati-hati ini akan menjadi konflik antara masyarakat dengan negara," katanya.

Salah satu warga, Wahyu Slamet, mengaku senang dengan usulan Komisi C agar rencana eksekusi rumah warga ditunda dulu karena sejak surat edaran KA disebarkan kepada masyarakat, tidak ubahnya warga menerima wabah penyakit.

"Selama belum ada solusi kami tolak pembongkaran itu. Namun kami tetap berharap pembongkaran tidak jadi dilakukan selamanya," ujarnya.

(A052/I007)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013