saya pikir penting ASEAN menangkal isu ini secara kolektif daripada individu … bekerja bersama menangani isu ini di kawasan,Jakarta (ANTARA) - Di bawah Keketuaan Indonesia tahun ini, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) diajak bekerja sama merespons perdagangan manusia dalam kasus penipuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (online scams).
Maraknya perdagangan manusia dalam kasus online scams dibuktikan dengan 1.841 kasus yang telah diselesaikan pemerintah dalam 3 tahun terakhir, berdasarkan data Kementerian Luar Negeri RI.
Warga negara Indonesia (WNI) tercatat menjadi korban online scams di sejumlah negara Asia Tenggara, yaitu di Myanmar, Kamboja, Thailand, Vietnam, Laos, dan Filipina.
Menurut Wakil Indonesia untuk Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR) Yuyun Wahyuningrum, kasus online scams adalah tren baru dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Perkembangan baru ini dianggapnya sangat mengkhawatirkan, karena dalam kasus online scams terdapat perubahan pola perekrutan, karakteristik korban, dan karakteristik pelaku.
Dalam praktiknya, para pelaku merekrut korban—yang biasanya memiliki latar belakang pendidikan tinggi atau kemampuan bahasa asing—melalui iklan di media sosial yang menawarkan pekerjaan di luar negeri dengan iming-iming gaji besar dan kemudahan prosedur.
Namun, setelah para korban diberangkatkan ke negara tujuan, mereka dipaksa untuk melakukan penipuan berbasis daring untuk merekrut lebih banyak orang guna ditempatkan di luar negeri.
Yuyun menjelaskan bahwa selama dipekerjakan, mereka disekap di dalam sebuah gedung tanpa boleh keluar dari lokasi tersebut. Jika menolak, korban seringkali dianiaya dan tidak diberi makan.
Banyak korban juga mengaku tidak digaji, padahal mereka telah memberikan sejumlah uang kepada perekrut untuk biaya pemberangkatan ke luar negeri.
Dalam hal ini, Yuyun menyoroti kerentanan yang dihadapi para korban online scams karena mereka tidak hanya dilihat sebagai korban, tetapi juga bisa dianggap sebagai pelaku dengan turut merekrut lebih banyak orang ke dalam bisnis haram tersebut.
Penanganan kasus ini disebutnya juga semakin sulit karena umumnya para pelaku beroperasi di wilayah-wilayah yang kurang diawasi oleh pemerintah atau otoritas setempat, misalnya, di free trade zone yang ada di Kamboja atau di Myawaddy, daerah konflik di mana otoritas pusat Myanmar tidak memiliki kontrol penuh.
Besarnya perhatian hampir semua negara anggota ASEAN terhadap isu ini telah disampaikan melalui aduan kepada AICHR.
Karena itu, ujar Yuyun, ASEAN perlu perlu membicarakan dan membuat semacam kesepakatan regional dalam penanganan kasus online scams ini.
“Isu perdagangan manusia akan berkembang terus sehingga ASEAN perlu memperbarui kerja sama regional untuk menangani kasus dan menyelamatkan warganya yang menjadi korban di luar negeri,” kata dia kepada ANTARA.
Menyoroti pentingnya upaya bersama dalam penanggulangan perdagangan manusia di kawasan, Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa tindak kejahatan tersebut harus diberantas tuntas dari hulu hingga hilir.
Presiden Jokowi juga mengangkat isu tersebut untuk dibicarakan bersama para pemimpin ASEAN selama sesi pleno KTT Ke-42 ASEAN yang diselenggarakan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada Rabu (10/5).
“Ini penting dan sengaja saya usulkan karena korbannya adalah rakyat ASEAN dan sebagian besar adalah WNI,” tutur Jokowi ketika menyampaikan pernyataan pers jelang KTT ASEAN di Labuan Bajo, Senin (8/5).
Indonesia pun mengusulkan Deklarasi Pemberantasan Perdagangan Manusia akibat Penyalahgunaan Teknologi untuk dapat diadopsi sebagai salah satu dokumen hasil KTT ke-42 ASEAN.
Dalam deklarasi yang telah diadopsi oleh 10 negara anggota pada Rabu (10/5), para pemimpin ASEAN sepakat untuk memperkuat kerja sama dan koordinasi dalam pemberantasan perdagangan manusia dengan meningkatkan kapasitas penegak hukum dan lembaga terkait masing-masing negara anggota untuk menyelidiki, mengumpulkan data dan bukti, mengidentifikasi korban, mendeteksi, dan mengadili kejahatan; menggunakan alat teknologi; berbagi praktik terbaik dan pelajaran; bertukar informasi; melakukan latihan dan operasi terkoordinasi bersama; serta penyelidikan bersama terkait TPPO dan kejahatan transnasional lainnya.
“Kami akan memperkuat upaya regional untuk mengidentifikasi korban yang diperdagangkan atau calon korban, termasuk melalui metode berbasis teknologi untuk mencegah kriminalisasi dan penahanan mereka, tunduk pada hukum domestik, serta mendorong pengembangan pedoman identifikasi yang direkomendasikan di tingkat nasional,” kata para pemimpin ASEAN dalam deklarasi tersebut.
Seluruh pemimpin ASEAN juga menunjukkan keberpihakan kepada korban dengan mendorong penetapan standar minimum perlindungan bagi korban TPPO dengan menjajaki pengembangan mekanisme rujukan regional melalui pemanfaatan mekanisme ASEAN yang ada guna menghindari berulangnya kasus, trauma, dan eksploitasi berkelanjutan terhadap korban.
ASEAN akan memperkuat kerja sama di bidang pengelolaan perbatasan, pencegahan, penyidikan, penegakan hukum dan penindakan, perlindungan, pemulangan dan dukungan seperti rehabilitasi dan reintegrasi korban.
“Dan meningkatkan upaya pencegahan nasional, termasuk meningkatkan kampanye kesadaran publik dan sistem pengawasan ketenagakerjaan, meningkatkan kontrol lintas batas dan manajemen migrasi, serta memperkuat penggunaan teknologi maju,” ujar para pemimpin ASEAN.
Untuk kasus TPPO, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Mahfud MD menegaskan bahwa konsep penyelesaian hukum keadilan restoratif tidak berlaku, jika pelakunya sudah tertangkap.
“TPPO adalah kejahatan serius yang tidak bisa didamaikan, pelakunya harus dihukum," kata Mahfud kepada media selepas memimpin Pertemuan ke-26 Dewan Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN (APSC) di Labuan Bajo, Selasa (9/5).
Tegaskan perlindungan
Perlindungan bagi para WNI yang menjadi korban online scams di luar negeri ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Baru-baru ini, pemerintah melalui perwakilan RI berhasil menyelamatkan dan memulangkan 143 WNI korban online scams dari Filipina dan 20 WNI korban kasus yang sama dari Myanmar.
Banyaknya jumlah WNI yang menjadi korban online scams, menurut dia, menunjukkan besarnya dampak (magnitude) dari praktik kriminal perdagangan manusia di kawasan Asia Tenggara.
Sambil terus menangani masalah di hilir, Menlu Retno menegaskan kembali pentingnya pembenahan masalah sejak dari hulu.
Menurut dia, diseminasi informasi mengenai praktik perdagangan manusia berkedok online scams perlu terus dilakukan sampai ke tingkat daerah, bahkan tingkat desa.
“Law enforcement (penegakan hukum) harus betul-betul dilaksanakan. Jika tidak dilakukan pembenahan di hulu, maka korban akan semakin banyak dari hari ke hari,” tutur Retno dalam konferensi pers 5 Mei 2023.
Dari sisi penegakan hukum, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada Selasa (9/5) telah menangkap dan menetapkan dua tersangka pelaku TPPO terhadap 20 WNI ke Myanmar.
Setelah penetapan tersangka terhadap kedua tersangka yaitu Andri Satria Nugraha dan Anita Setia Dewi, penyidik Bareskrim selanjutnya melakukan rencana tindak lanjut melengkap administrasi penyidikan dan mengembangkan penyidikan untuk memastikan adanya tersangka lainnya.
Sementara untuk online scams di Filipina, Bareskrim Polri telah memberangkatkan lima penyidik ke Manila untuk mendalami kasus tersebut.
Dari 1.000 lebih pelaku sindikat scamming internasional yang diungkap Kepolisian Filipina bersama Atase Polri di KBRI Manila, 154 orang di antaranya adalah WNI.
Dari 154 WNI tersebut, sembilan orang diperiksa sebagai saksi dan dua orang ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar aturan hukum di Filipina.
Peran penting Indonesia dalam memimpin koordinasi terkait isu perdagangan manusia diapresiasi oleh Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn.
"Saya pikir ini adalah concern dan kepentingan ASEAN agar Indonesia memimpin tahun ini dalam bekerja sama dengan negara-negara anggota ASEAN untuk melawan segala bentuk perdagangan orang," ujar Kao Kim Hourn usai Pertemuan Ke-29 Dewan Menteri Pilar Sosial Budaya ASEAN (ASCC) di Nusa Dua, Bali, pada Senin (8/5).
Dia meminta seluruh negara ASEAN untuk bekerja sama, bukannya bergerak sendiri-sendiri dalam menghadapi kasus TPPO.
"Jadi saya pikir penting untuk ASEAN menangkal isu ini secara kolektif daripada individu … bekerja bersama untuk menangani isu ini di kawasan," tutur Kao Kim Hourn.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023