"Ini harga demokrasi yang sangat mahal."
Jakarta (ANTARA News) - Pers nasional dalam kewajiban menjalankan tugas jurnalistiknya dan memenuhi hak masyarakat memperoleh informasi harus dikalbui cinta, kata Presiden RI periode 1998-1999, Bacharuddin Jusuf Habibie.

"Ya, harus dikalbui cinta. Dikalbui cinta ini istilah saya untuk membuktikan cinta tiada batas, dan saling membutuhkan. Istilah ini saya persembahkan pertama untuk Ibu Ainun. Saya terapkan pula sebagai pertanggungjawaban pribadi profesional," ujarnya saat menerima tokoh pers nasional di kediamannya, Rabu.

Hasri Ainun Besari (11 Agustus 1937 – 22 Mei 2010) adalah istri Habibie selama 48 tahun 10 hari, yang disebutnya sebagai belahan jiwa (soulmate), dan menjadi inspirasi saat menjalani profesi sebagai ilmuwan perancang pesawat terbang, pimpinan perusahaan multinasional, teknokrat maupun pendidik dan politisi.

Dalam pandangan Habibie, pers harus menjadi pilar demokrasi yang setara dengan badan eksekutif, legislatif dan yudikatif.

"Bahkan, pers harus lebih merdeka, lebih independen dalam proses demokrasi," kata Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada 1978-1998 tersebut.

Oleh karena itu, Habibie meyakini bahwa insan pers memerlukan kecintaan, hasrat hati terhadap panggilan profesinya secara independen dengan lebih mengutamakan kepentingan orang banyak

"Ini pula yang menjadi keyakinan saya saat menjabat Presiden memutuskan menandatangani Undang-Undang Pers. Harus ada payung hukum untuk menjamin kemerdekaan pers sebagai bagian kebebasan ekspresi," katanya.

Habibie saat menjabat Presiden RI pada 21 Mei 1998 hingga 20 Oktober 1999 menandatangani sedikit-dikitnya empat UU yang demokratis, yakni UU Nomor 2 tahun 1999 tentang Partai Politik, UU Nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), UU Nomor 4 tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR dan UU Nomor 40 tentang Pers.

"Saya ingat sekali banyak pihak yang saat itu berkomentar kalau kemerdekaan pers bisa berbalik menghantam kebijakan saya selaku Presiden maupun pribadi. I don't care. Saya sangat yakin apapun yang saya lakukan harus ada yang awasi. Pers adalah salah satu mekanisme publik untuk awasi saya. Ini harga demokrasi yang sangat mahal," ujar ayah dari dua orang putra tersebut.

Dalam kesempatan itu para tokoh pers nasional menyampaikan kesediaan BJ Habibie untuk menerima anugerah Medali Emas Kemerdekaan Pers dalam acara puncak Hari Pers Nasional (HPN) di Manado, Sulawesi Utara, pada 9 Februari 2013.

Hal ini atas keberpihakan BJ Habibie terhadap demokrasi, kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers.

"Saat saya memutuskan undang-undang untuk menjamin kebebasan pers karena merasa hal ini memang harus dilakukan. Pers adalah wakil kecerdasan dan kreativitas berekspresi. Mana mungkin kecerdasan dan kreativitas kok dihambat?" katanya.

Ia pun menimpali, "Saya tersentuh dengan ungkapan pers harus dikalbui cinta. Baiklah, saya berterima kasih untuk anugerah yang akan diberikan, namun ini semua saya kembalikan untuk teman-teman pers tetap menjaga profesinya demi kecintaan kepada masyarakat."

Para tokoh pers yang menemui Habibie, antara lain Bambang Harymurti, Margiono, Atmakusumah Astraatmadja, Sofyan Lubis, Ishadi Sk dan Parni Hadi. (*)

Pewarta: Priyambodo RH
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013