Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menegaskan program Kurikulum Merdeka yang diterapkan di dalam sistem pendidikan nasional mengedepankan aspek inklusifitas yang menghargai perbedaan.
 
"Inklusifitas dari kebijakan ini tidak hanya fokus terhadap pendidikan formal, tetapi juga kami melihat pendidikan non-formal, termasuk juga penyandang disabilitas," kata Pelaksana Tugas Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbudristek, Aswin Wihdiyanto di Jakarta, Selasa.
 
Kurikulum Merdeka merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyelesaikan persoalan krisis pembelajaran yang sudah berlangsung lama di Indonesia. Kurikulum ini hadir dengan metode pembelajaran lebih fleksibel, fokus terhadap materi esensial, dan pengembangan karakter serta kompetensi pelajar.

Baca juga: Kemendikbudristek: Kurikulum Merdeka kian diminati satuan pendidikan
 
Aswin menuturkan sekolah-sekolah yang masih terkendala akses internet didorong untuk melaksanakan implementasi Kurikulum Merdeka dengan skema-skema penyesuaian yang sudah dipersiapkan mulai dari pembelajaran tatap muka hingga memakai buku cetak.
 
Kurikulum Merdeka fokus terhadap materi-materi esensial, sehingga pembelajaran lebih mendalam karena peserta didik tidak lagi dibebankan terhadap target-target capaian yang terlalu besar.
 
Selain itu, capaian pembelajaran per fase dan jam pelajaran yang fleksibel mendorong pembelajaran yang menyenangkan dan relevan dengan kebutuhan pelajar dan kondisi satuan pendidikan.
 
"Pelaksanaan Kurikulum Merdeka ini idealnya melalui proses asesmen awal untuk mengetahui peserta didik, sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dan diterapkan oleh sekolah disesuaikan dengan kebutuhan. Bisa saja satu kelas ada perlakuan yang berbeda, kami ambil contoh pendidikan inklusif yang di dalamnya ada penyandang disabilitas perlu ada penyesuaian mekanisme pembelajaran bagi satu atau dua anak yang memiliki kebutuhan khusus," katanya.
 
Kemendikbudristek meluncurkan Kurikulum Merdeka bersama platform Merdeka Mengajar pada 15 Februari 2021. Kala itu, kurikulum ini disebut sebagai Kurikulum Prototipe dan diterapkan pada 2.500 satuan pendidikan yang tergabung dalam program Sekolah Penggerak dan SMK Pusat Keunggulan.
 
Tahun 2023 merupakan tahun kedua dibuka pendaftaran implementasi Kurikulum Merdeka. Pada 14 Februari 2023, penutupan pendaftaran kurikulum tersebut, Kemendikbudristek mencatat ada 306.995 satuan pendidikan di semua jenjang yang sudah mendaftar dan siap menjalankan Kurikulum Merdeka.

Baca juga: 28.336 peserta ikuti pelatihan Kurikulum Merdeka melalui MOOC Pintar

Baca juga: Kemendikbudristek perteguh komitmen keberlanjutan Kurikulum Merdeka
 
Tenaga Pendidik dari Sekolah Dasar Luar Biasa Tunagrahita (SDLB C) Tri Asih, Indon Cahyono, mengatakan Kurikulum Merdeka berpihak kepada siswa, karena menyesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran diferensiasi yang dianut oleh sekolah luar biasa.
 
SDLB C Tri Asih membuka dua kelas untuk implementasi kurikulum tersebut, yaitu fase A untuk kelas satu dan fase B untuk kelas empat. Para siswa bebas memilih mata pelajaran sesuai minat mereka.
 
"Kami yakin dan percaya implementasi Kurikulum Merdeka menjawab tantangan abad 21, kurikulum menyesuaikan zaman (teknologi). Kami akan membuka dari kelas satu sampai kelas enam," kata Indon.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023