Jakarta, 23/1 (ANTARA) - Klaim Singapura atas pulau Semakau, Batam, Kepulauan Riau, memang sempat menjadi berita utama beberapa media cetak dan online pekan lalu. Berita  tersebut tidak hanya menjadi gerah Pemda Batam, tetapi sudah sempat jadi isu nasional. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (Ditjen KP3K), kembali menegaskan bahwa tidak ada pencaplokan wilayah pulau Semakau oleh pemerintah Singapura. "Pulau Semakau masih dibawah penguasaan NKRI, artinya tidak ada pencaplokan pulau Semakau oleh Singapura." tegas Sudirman Saad, Dirjen KP3K .

     Sudirman menjelaskan, berita klaim pulau Semakau memang muncul dari dugaan sebuah yayasan yang menyebutkan pulau Semakau, pulau yang berada dekat dengan Selat Phillips, ternyata masuk dalam peta negara Singapura.  Apalagi dalam Wikipedia, antara lain dinyatakan bahwa Pulau Semakau merupakan kawasan yang menjadi bagian dari wilayah Singapura. Pulau itu terletak di sebelah selatan pulau utama Singapura, lepas selat Singapura. Oleh Singapura , pulau itu merupakan daerah tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dan diciptakan oleh penggabungan dari Pulau Sakeng yang juga dikenal sebagai Pulau Seking dan Pulau Semakau. "Pemda Batam sudah terjun langsung ke pulau Semakau. Jadi memang ada kesamaan nama untuk pulau tersebut. Dimana Singapura memang memiliki pulau dengan nama Semakau. Sedangkan pulau Semakau yang diduga diklaim  memang milik Indonesia karena ada batu pertanda Pemerintah Kota Batam," jelasnya.

     Ditambahkan, memang terdapat kesamaan nama nama pulau yang terdapat diwilayah Batam dengan Singapura. Diantaranya, pulau Semakau  dulu bernama Pulau Semakau Pun, kini di peta Batam berubah menjadi Pulau Semakau Panjang. Pada wilayah Singapura terdapat pulau Semakau dengan posisi koordinat 1.12.12,10 LU dan 103.45.52,77 BT, sedangkan  pulau Semakau Panjang yang masuk wilayah NKRI memiliki posisi koordinat 1.06.06,10 LU dan103.49.27,41 BT. "Pulau Semakau memang cukup dekat dengan Singapura diperkirakan jaraknya sekitar 5 kilometer saja. Pulau ini sudah berpenghuni sebanyak sembilan kepala keluarga atau sekitar 90 jiwa menempati  di pulau ini. Mereka semua mempunyai KTP Batam. Bahkan ada bukti perekaman e-KTP yang belum lama dilakukan Pemda Batam," paparnya.


PROGRAM ADOPSI PULAU

     Menurut Sudirman, Salah satu upaya mempercepat pembangunan pulau pulau kecil, KKP melakukan program Adopsi Pulau. Program adopsi pulau merupakan salah satu cara untuk memberikan perhatian pada pulau - pulau kecil dan terluar di Indonesia, sejumlah perusahaan diminta untuk mengadopsi pulau. Jika adopsi pulau  dilakukan perusahaan bisa membantu warga pulau kecil sekaligus menggantikan peran pemerintah yang tidak bisa mengawasi semua  pulau - pulau kecil yang ada. "Dasar hukumnya ada, yaitu kewajiban memperdayakan pulau pulau kecil dan masyarakat pesisir dengan pembangunan infrastrukturnya," katanya.

     Dijelaskan, pemerintah melalui KKP menawarkan 20 pulau - pulau kecil di Indonesia. Ke-20 pulau kecil itu antara lain Pulau Lepar di Bangka Belitung, Enggano (Bengkulu), Kemujan (Jateng), Maradapan (Kalsel), Maratua (Kaltim), Sebatik (Kaltim), Siantar (Kepulauan Riau), Gili Belek (NTB), Pasaran (Lampung), Dullah (Maluku), Koloray (Maluku Utara), dan Alor (NTT). Sedangkan pulau lainnya adalah pulau Mansuar  di Papua Barat, Battoa (Sulbar), Selayar (Sulsel), Samatellu Pedda (Sulsel), Lingayan (Sulteng), Manado Tua (Sulut), Gangga (Sulut), dan Mentehage (Sulut). "Tawaran pemerintah kepada swasta untuk mengelola 20 pulau kecil mulai tahun ini, dengan harapan agar kontribusi yang diberikan pihak swasta dapat memberdayakan masyarakat di pulau - pulau tersebut," tambahnya.

     Sudirman menegaskan,  karena minimnya perhatian terhadap pulau - pulau kecil di Indonesia memicu sejumlah kasus. Diantaranya, eksploitasi pulau dan isinya sehingga berakibat lingkungan di pulau itu hancur. Jadi dengan adopsi pulau diharapkan dapat membantu masyarakat pulau tersebut untuk menaikkan pendapatan perkapita, pendidikan, kesehatan serta memperbaiki lingkungan yang rusak. "KKP  juga telah membuat pedoman umum program adopsi pulau sebagai rambu - rambu aturan pengelolaan pulau kecil secara ketat dan komprehensif. Kami juga tidak mentolerir perusahaan yang merusak pulau itu," tandasnya.

     Sampai saat ini KKP sudah mengadakan MoU dengan beberapa perusahaan swasta antara lain Conoco Philips Indonesia Inc. Ltd., Premier Oil Natuna Sea B.V,Star Energy (Kakap) Ltd, PT. International Nickel Indonesia, Tbk, Medco Energy yang sudah memberikan kontribusi untuk pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan. Namun demikian, sampai saat ini Program CSR / PKBL yang dapat diakses untuk sektor kelautan dan perikanan masih sangat terbatas. Oleh karena itu, perlu sosialisasi dan peran aktif masing - masing pihak untuk mengidentifikasi prospek usaha kelautan dan perikanan yang dapat dikerjasamakan.

 
PERGURUAN TINGGI

     Sudirman menambahkan, KKP memfokuskan pembangunan di 12 pulau kecil terluar. Ke 12 pulau itu meliputi Pulau Sebatik, Nusakambangan, Miangas, Marore, Marampit, Lingayan, Maratua, Wetar, Alor, Enggano, Simuk, dan Dubi Kecil. Pertimbangannya, meski memiliki sumber daya alam yang besar, namun pulau - pulau ini juga memiliki banyak keterbatasan, khususnya terkait kondisi masyarakatnya. Pada umumnya pulau - pulau kecil terluar ini masih tertinggal, terutama terkait ketersediaan infrastruktur yang terbatas. "Pembangunan pulau - pulau ini memang memerlukan partisipasi semua pihak, termasuk perguruan tinggi," tegasnya.

     KKP, kata Sudirman akan menggandeng berbagai perguruan tinggi. Khususnya kerja sama dengan mengadopsi pulau - pulau kecil sebagai wilayah binaan bersama. Pengembangan dalam program adopsi diprioritaskan pada berbagai kegiatan pembangunan yang ramah lingkungan serta memberdayakan masyarakat setempat. Misalnya Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, yang berbatasan langsung dengan Malaysia Pulau ini menjadi salah satu fokus kerja sama yang akan dilakukan KKP dengan perguruan tinggi di Indonesia. "Kerja sama ini juga untuk mengimplementasikan amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau - pulau Kecil Terluar untuk pertahanan dan keamanan, kesejahteraan masyarakat, dan pelestarian lingkungan," tegasnya.

     Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi,Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0818159705)

Pewarta: Masnang
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013