Meski terlihat membosankan, tim Italia seperti memberikan tamparan pada sepak bola modern bahwa dalam sepak bola tidak melulu mengenai skema menyerang dan penguasaan bola
 
Pesepak bola Sevilla Ivan Rakitic berupaya menghambat gerakan pesepak bola Juventus Angel Di Maria pada leg kedua semifinal Liga Europa di Estadio Ramos Sanchez Pizjuan, Sevilla, Spanyol (18/5/2023). Sevilla mengalahkan Juventus dengan skor 2-1, hasil ini membuat Sevilla menang dengan agregat 3-2 setelah bermain imbang 1-1 pada leg pertama dan melaju ke final Liga Europa berhadapan dengan AS Roma yang akan digelar di Arena Puskas, Hungaria pada 1 Juni 2023. ANTARA FOTO/REUTERS/Marcelo Del Pozo/tom.


Persoalan pelik

Namun memasuki masa milenium, lambat laun klub Italia tak seseksi dulu lagi. Selain ditinggal bintang-bintang dunia seperti Michael Platini, Ruud Gullit, Marco Van Basten, Frank Rijkard, Ronaldo da Lima dan Zinedine Zidane, Liga Italia menuai sejumlah persoalan yang pelik.

Krisis finansial yang menerpa negara Italia pada tahun 2000 menjadi pemantik dari ompongnya kompetisi Liga Italia. Salah satu imbasnya melanda Fiorentina yang pada tahun 2002 mengalami krisis finansial dan harus turun ke Serie B dan berganti nama klub.

Imbas dari krisis finansial juga menyebabkan klub-klub Italia mengubah kebijakan transfer mereka dengan mendatangkan pemain-pemain berusia lanjut atau melakukan peminjaman pemain.

Puncaknya terjadi di tahun 2006, meski tim nasional Italia mampu menjadi juara Piala Dunia, prestasi tersebut tak dapat menutupi salah satu skandal terbesar dalam sejarah sepak bola, yaitu kasus Calciopoli yang menyeret dua nama klub besar Juventus dan AC Milan.

Skandal itu menyebabkan Juventus terdegradasi ke Serie B dan dicopot gelar juara Serie A musim 2005/2006. Hingga beberapa tahun, efek domino dari sejumlah kasus itu masih belum terasa dari segi prestasi klub di kancah Eropa. Terbukti AC Milan masih mampu menjuarai Liga Champions di musim 2006/2007 dan Inter Milan di musim 2009/2010.

Namun, kegarangan klub Italia terasa hilang di kompetisi Eropa seusai musim 2009/2010 setelah klub-klub tak menampakkan geliat mendatangkan pemain bintang meski ditinggal nama-nama sekaliber Paolo Maldini, Javier Zanetti dan Alessandro Del Piero yang memutuskan pensiun.

Tak hadirnya bintang besar tu disebabkan klub-klub Italia tak mampu memberikan standar gaji tinggi yang diinginkan oleh pemain maupun pelatih yang dalam era itu bisa mereka peroleh dari tim-tim top Premier League maupun LaLiga.

Praktis hanya Juventus yang memang mendominasi di liga selama sembilan tahun sejak 2011 hingga 2019. Si Nyonya Tua juga mampu mencapai panggung final Liga Champions pada musim 2015 dan 2017.

Tapi Si Nyonya Tua begitu ompong untuk melawan dua klub raksasa Spanyol Barcelona dan Real Madrid yang berada dalam performa terbaik dengan dua mega bintang mereka Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.


Baca juga: Gol Erik Lamela antarkan Sevilla ke final Liga Europa 2022/23
Baca juga: Inter Milan melaju ke final Piala Italia usai kalahkan Juventus 1-0



Berikutnya: Tim-tim Italia yang mulai menggigit

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2023