Kairo (ANTARA News) - Kerusuhan dipicu hukuman mati yang dijatuhkan pada penggemar tim sepak bola lokal mengguncang Port Said Mesir hari kedua Minggu, mengakibatkan enam orang tewas dan lebih dari 460 luka-luka, kata para petugas medis.

Kerumunan orang mencoba menyerbu tiga pos polisi di kota kanal dan yang lain membakar klub sosial milik angkatan bersenjata, menjarah barang-barang di dalamnya, kata para petugas keamanan, lapor AFP.

Para korban terakhir, diantara keenamnya seorang anak belasan tahun tertembak di dada, menambah jumlah korban menjadi 31 orang termasuk dua polisi anti huru-hara di kota Mediteran Sabtu.

Bentrokan juga terjadi Minggu di Kairo antara polisi dan demonstran yang menuduh Presiden Mohamed Morsi mengkhianati tujuan revolusi yang mengusir Hosni Mubarak dua tahun silam, menyoroti perpecahan politik mendalam di negara yang kini diperintah kaum Islamis.

Televisi negara mengatakan Morsi akan menyampaikan pidato kenegaraan kemudian Minggu.

Kerusuhan di Port Said mulai Sabtu sesudah pengadilan Kairo menjatuhkan hukuman mati kepada 21 penggemar klub sepak bola lokal, Al-Masry, menyusul kekerasan sepak bola pada 2012 yang mengakibatkan 74 orang tewas.

Beberapa menit sesudah hukuman dijatuhkan, para demonstran menyerang pos-pos polisi dan membakar ban-ban. Para sanak keluarga yang dihukum mati bentrok dengan pasukan keamanan ketika mereka mencoba menyerbu penjara tempat mereka ditahan.

Penduduk kota kanal Minggu melakukan pemakaman mereka yang tewas hari sebelumnya, dimana jenazah dibungkus kain putih dibawa dengan peti jenazah terbuka oleh lautan orang berduka sepanjang jalan utama kota itu.

"Kota kami dihantam oleh kementerian dalam negeri" dan "Enyahlah pemerintahan Persaudaraan!" teriak kerumunan, menunjuk pada Persaudaraan Muslim asal dukungan utama Morsi.

Serentetan tembakan singkat menyebabkan mereka yang berduka tunggang langgang ke sejumlah arah di tengah suasana kacau, yang kemudian memburuk menjadi kerusuhan lagi.

Di Kairo, polisi anti huru-hara yang marah melarang Menteri Dalam Negeri Mohammed Ibrahim untuk menghadiri pemakaman dua koleganya yang tewas dalam bentrokan di Port Said Sabtu, lapor kantor berita resmi MENA.

Aksi tersebut diambil sebagai protes terhadap polisi karena tidak dipersenjatai dengan peluru tajam untuk melindungi diri mereka sendiri, katanya.

Bentrokan pada malam hari di Kairo dekat Lapangan Tahrir -- jantung simbolis pemberontakan 2011 yang mendepak Mubarak -- berlanjut secara sporadis selama siang hari dan memasuki Minggu malam, kata para saksi.

Para demonstran memblokir singkat jembatan 6 Oktober, penghubung vital antara timur dan barat Kairo, serta kereta api metro, kata mereka.

Kedutaan besar AS dan Inggris, yang terletak hanya beberapa menit dari Lapangan Tahrir, menutup pelayanan untuk umum mereka selama hari itu.

Kerusuhan juga pecah Minggu di Suez, kota kanal lain, dimana para demonstran mengepung sebuah pos polisi, melemparkan bom molotov pada pasukan keamanan dan memblokir jalan menuju ibu kota, kata para petugas keamanan.

Sementara itu, kaum oposisi mengancam akan memboikot pemungutan suara parlementer mendatang jika Morsi tidak menemukan "solusi komprehensif" atas kerusuhan tersebut.

Front Penyelamatan Nasional, koalisi utama partai-partai dan gerakan-gerakan yang menentang kaum Islamis yang berkuasa, mengatakan pihaknya "tidak akan berpartisipasi" dalam pemungutan suara jika pemerintahan "penyelamatan nasional" tidak dibentuk.

Dewan Pertahanan Nasional Mesir, yang dipimpin Morsi, meminta supaya tenang dan menyerukan dialog dengan "tokoh-tokoh nasional independen" untuk menyepakati sebuah mekanisme pemungutan suara.

Ulama tertinggi Mesir harus meratifikasi putusan Sabtu, seperti biasanya. Hukuman tersebut juga menjadi sasaran banding. Keputusan akan diumumkan pada 9 Maret untuk 52 terdakwa lainnya, termasuk sembilan petugas polisi. (K004)

Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013