Jakarta (ANTARA) - Pemerintah terus mengoptimalkan sejumlah strategi dalam menangani kemiskinan ekstrem, mulai dari penyempurnaan data kantong kemiskinan hingga mengevaluasi masalah koordinasi dan sinkronisasi di lapangan.

“Siang hari ini kami melakukan rapat koordinasi tentang penanggulangan kemiskinan ekstrem bersama Menko PMK dan juga para menteri terkait. Dari hasil pertemuan memang cukup menggembirakan capaian yang sudah kita capai dan juga mendapat pujian dari World Bank,” kata Wapres Ma'ruf Amin usai memimpin rapat pleno tingkat menteri tentang percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem (PPKE) di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu.

Wapres berharap target kemiskinan ekstrem nol persen tahun 2024 bisa tercapai, dengan melakukan beberapa hal percepatan, salah satunya dengan menyempurnakan data kantong kemiskinan ekstrem yang masuk dalam Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).

“Sehingga tidak ada kantong-kantong miskin yang tidak terdata, sehingga tidak ada lagi yang kemudian tidak memperoleh bantuan. Selain itu pemerintah akan mengoptimalkan anggaran yang sudah tersedia agar benar-benar tersalurkan untuk penanggulangan kemiskinan ekstrem,” ujar Wapres.

Wapres menekankan akan ada semacam pergeseran-pergeseran untuk mendukung percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem serta pelibatan pemerintah daerah.

“Ini juga akan kami dorong karena memang pada hakikatnya kemiskinan itu adanya di berbagai daerah, maka kantong-kantong kemiskinannya yang masih merah, apalagi hitam itu akan kita dorong supaya ada percepatan-percepatan. Karena memang ternyata Jawa itu termasuk yang merah, begitu juga di Sumatera, dan Papua,” ujarnya.

Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah merancang skenario untuk penanganan kemiskinan ekstrem ke depan agar pada tahun 2024 mencapai nol persen atau paling tidak mendekati nol.

“Sekarang posisi kita kalau berdasarkan informasi dari BPS per September tahun 2022 angka kemiskinan ekstrem sudah turun menjadi 1,74 persen, tapi dari Bank Dunia menyampaikan posisi kita 1,5, jadi lebih rendah dari Bank Dunia,” ujar Muhadjir.

Dia mengatakan saat ini masih ada masalah koordinasi dan sinkronisasi di lapangan dari semua sisi, salah satunya terkait iuran Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi masyarakat miskin ekstrem yang harus ditanggung pemerintah.

“Oleh karena itu tadi kami melakukan koordinasi. Sekarang ini untuk keluarga miskin ekstrem yang belum mendapatkan BPJS itu langsung kami data dan datanya tidak perlu ke BPJS Kesehatan, tetapi langsung ditangani Kemenko PMK sesuai dengan arahan dari bapak Wakil Presiden,” terang Muhadjir.
 

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023