Tantangan kita sekarang adalah harus merapikan bisnis model kita
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) menyebutkan penyaluran pembiayaan syariah tumbuh 20,70 persen secara tahunan (yoy) mencapai Rp503 triliun atau hampir dua kali lipat dari persentase pertumbuhan perbankan nasional per Januari 2023.

Ketua Umum Asbisindo Hery Gunardi dalam keterangan di Jakarta, Kamis, mengatakan sejak tahun 2022 hingga saat ini, kondisi ketahanan perbankan syariah di Indonesia semakin solid. Hal itu tercermin dari aspek rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Umum Syariah (BUS) yang mencapai 26,28 persen.

Meskipun demikian, ia mengingatkan bila masih ada pekerjaan rumah yang harus dibenahi oleh Asbisindo, yaitu meningkatkan market share perbankan syariah dalam negeri yang masih rendah, yakni sekitar 7 persen.

“Tantangan kita sekarang adalah harus merapikan bisnis model kita," kata Hery pula.

Dana pihak ketiga juga tumbuh 12,14 persen yoy menjadi Rp616 triliun. Adapun dari sisi aset, perbankan syariah membukukan pertumbuhan aset sebesar 15,84 persen yoy atau Rp786 triliun.

Hery menjelaskan, perbankan syariah mempunyai ceruk pasarnya tersendiri sehingga masih mempunyai kesempatan luas untuk terus bertumbuh, dan bersaing dengan perbankan lainnya dari sisi market share.

“Survei yang dilakukan BSI, dari 100 persen preferensi masyarakat terhadap perbankan syariah, sekitar 21 persen, itu namanya kaum universalis, mereka memang loyal punya rekening di perbankan syariah tidak peduli apa pun yang terjadi rekening tetap di perbankan syariah. Kemudian 23 persen - 25 persen itu kaum konformis, yang akan punya rekening di perbankan syariah sepanjang bank syariah itu bisa memberikan benefit yang sama dengan bank lain, dan memiliki pricing yang bersaing,” ujar Hery.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, salah satu keuntungan dari perbankan syariah yakni adanya tabungan wadiah. Produk tabungan wadiah dapat memberikan keuntungan berupa nihilnya biaya, sehingga dapat menekan cost of fund bank syariah. Dengan cost of fund yang rendah, bank pun dapat menyalurkan pembiayaan yang kompetitif.

Ia memberi contoh Bank Syariah Indonesia (BSI), sejak merger sampai saat ini mencatatkan penurunan cost of fund yang cukup signifikan. Pada saat merger, BSI mencatatkan cost of fund 3,4 persen dan terus turun sampai di angka 1,6 persen.

"Ada keuntungan di bank syariah yaitu tabungan wadiah. Di BSI sekarang ini lebih dari Rp 40 triliun tabungan wadiah, nah ini zero cost of fund. Ini seperti harta karun yang enggak kelihatan gitu," katanya menjelaskan.

Hery menyebut saat ini pembiayaan Griya di BSI, khususnya pembiayaan rumah, sangat diminati oleh masyarakat. Hal tersebut tak lepas dari kemampuan BSI dalam memberikan layanan, service, dan pricing yang lebih kompetitif dibandingkan bank lainnya.

Melihat semakin terbukanya potensi perbankan syariah tersebut, Asbisindo semakin yakin kemampuan perbankan syariah mampu berkompetisi dan menjadi pemain utama di industri perbankan nasional yang ditopang dengan semakin solidnya ketahanan, baik dari sisi modal, pembiayaan serta dana pihak ketiga (DPK).

Baca juga: Unit Usaha Syariah berkontribusi 31 persen terhadap laba Maybank
Baca juga: Wapres: pemerintah Aceh punya pertimbangan soal pemilihan bank syariah


Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023