apabila regulasi yang sudah ada tidak bisa dijalankan, maka perlu diatur kembali
Banda Aceh (ANTARA) - Kabag Bankum dan Jaringan Dokumentasi Informasi Hukum (JDIH) Biro Hukum Setda Aceh Sulaiman, menyatakan pemerintah segera mengatur kembali regulasi pendirian rumah ibadah seperti yang tertuang dalam Qanun Nomor 4 tahun 2016.

"Sejauh kita melihat bahwa ada yang perlu diselesaikan apabila regulasi yang sudah ada tidak bisa dijalankan, maka perlu diatur kembali," kata Sulaiman, di Banda Aceh, Sabtu.

Sulaiman mengatakan, aturan dalam Qanun Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat beragama dan Pendirian Tempat Ibadah tersebut tidak menghambat pendirian rumah ibadah, hanya saja pemahaman pasal per pasal tidak dilaksanakan dengan baik oleh pelaksana dan masyarakat.

"Karena qanun ini usulan dari masyarakat kepada instansi terkait, apabila itu tidak berjalan maka itulah yang perlu diatur kembali, pasal-pasal mana yang menghambat, tetapi ternyata tidak ada yang menghambat," ujarnya.

Sulaiman menyampaikan, keberadaan qanun tersebut sebenarnya untuk mempermudah perizinan dengan meminta persyaratan administrasi perizinan pendirian yang terdiri dari rekomendasi pemuka agama, jumlah penduduk, dan luas wilayah.

"Itu tujuan kita mengatur regulasi tadi itu peraturan yang disepakati oleh DPR, mereka berupaya supaya masyarakat sudah berpikir enak beribadah damai tentram sejahtera bahagia dengan adanya regulasi," katanya.

Baca juga: Menag: PBM 2006 acuan pendirian rumah ibadah
Baca juga: Menag temui tokoh agama intensifkan dialog di Aceh Singkil


Menurut dia, penyusunan qanun tersebut merujuk pada aturan UU tentang pendirian rumah ibadah dan peraturan lainnya baru kemudian dituangkan pada qanun.

Sulaiman menambahkan, saat ini Pemerintah Aceh hanya menerima laporan terkait kendala perizinan rumah ibadah di Aceh Singkil. Dalam waktu dekat pihaknya akan membentuk tim untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi tersebut.

"Kita bentuk tim yang militan dan mau bekerja sampai akar, agar mendapat data yang valid," ujarnya.

Sementara itu, Pemantau/Penyelidikan di Komnas HAM Perwakilan Aceh Eka Azmiyadi mengatakan bahwa berdasarkan hasil kajian mereka, regulasi yang ada selama ini berpotensi menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat di masyarakat. Terutama dalam polemik perizinan gereja di Aceh Singkil yang belum usai.

Masyarakat akan sulit memenuhi persyaratan pendirian rumah ibadah apabila menggunakan Qanun Nomor 4 Tahun 2016 yang prinsipnya mengatur jumlah dukungan dan seterusnya.

"Kalau itu yang digunakan, itu tentu tidak akan mampu dicapai oleh teman-teman yang mendirikan rumah ibadahnya," katanya.

Baca juga: MUI sesalkan pembakaran gereja di Aceh Singkil
Baca juga: Pemda Aceh Singkil harusnya bisa mengantisipasi kerusuhan


Dirinya berharap, pemerintah bisa memberikan ruang diskresi proses penyelesaian perizinan pendirian rumah ibadah di Aceh Singkil dengan mengenyampingkan sementara qanun, tetapi dengan proses dialog dan mediasi sepanjang disepakati oleh kedua belah pihak.

Saat ini, Komnas HAM RI sendiri terus melakukan penyelidikan dan pemantauan termasuk terhadap Perda, qanun atau UU yang memiliki potensi terjadinya diskriminasi atau pelanggaran hak asasi manusia.

"Termasuk dalam qanun ini masih dilakukan pengkajian untuk kemudian bisa diberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk direvisi atau dicabut," demikian Eka Azmiyadi.

Baca juga: FKUB: Tidak ada larangan pendirian tempat ibadah nonmuslim di Aceh
Baca juga: Wapres Ma'ruf sebut pendirian rumah ibadah perlu syarat pendirian

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023