Jakarta (ANTARA) - Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menganggap ekspektasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) yang masih condong ke kebijakan suku bunga tinggi bisa jadi pendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya.

“Ekspektasi ini ditopang oleh data ekonomi AS yang membaik dan data indikator inflasi AS yang meninggi,” kata dia ketika ditanya Antara, di Jakarta, Senin.

Pada Jumat pekan lalu, lanjut dia, data ekonomi AS menunjukkan hasil yang lebih baik dari ekspektasi.

Misalnya, data indikator inflasi PCE Price Index yang menunjukkan kenaikan dari 4,2 persen menjadi 4,4 persen pada April 2023. Kemudian juga Data Personal Spending mengalami kenaikan melebihi bulan sebelumnya menjadi 0,8 persen dari 0,1 persen.

“Data survei tingkat keyakinan konsumen bulan Mei (2023) juga menunjukkan kenaikan melebihi ekspektasi,” ucapnya.

Di samping itu, adanya penyelesaian anggaran perihal debt ceiling di AS oleh Presiden AS Joe Biden dengan Ketua DPR Kevin McCarthy untuk menangguhkan plafon utang 31,4 triliun dolar AS hingga 1 Januari 2025 dinilai bisa melegakan pasar.

“Artinya, pasar berani lagi masuk ke aset berisiko. Jadi harusnya bisa mendorong penguatan rupiah,” ungkap Ariston.

Pada penutupan perdagangan hari ini, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah 0,11 persen atau turun 17 poin dari sebelumnya Rp14.955 per dolar AS.

Baca juga: Dolar AS stabil di Asia di topang naiknya taruhan kenaikan bunga Fed
Baca juga: Rupiah pada Senin melemah ke posisi Rp14.962 per dolar AS

 

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023