Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Wakil Bupati Kepulauan Meranti Amsar diperiksa penyidik soal dugaan uang hasil korupsi Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil (MA) akan digunakan untuk modal pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Saksi juga didalami soal pengetahuan motivasi korupsi yang dilakukan oleh MA diantaranya untuk mempersiapkan diri dalam kontestasi Pilkada Gubernur 2024," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa.

Ali juga mengatakan penyidik turut mendalami soal bagaimana tersangka MA memotong uang persediaan dan penerimaan fee proyek.

Penyidik juga meminta Asmar yang kini menjabat Plt. Bupati Kepulauan Meranti, untuk menginstruksikan kepada jajaran aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti untuk kooperatif apabila dipanggil oleh penyidik KPK.

"Saksi ini juga diminta agar ia mengingatkan semua para ASN Kabupaten Kepulauan Meranti yang terkait perkara ini untuk kooperatif," ujar Ali.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi resmi menetapkan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka dan langsung menahannya dalam kasus dugaan korupsi, pemotongan anggaran, dan pemberian suap.

Selain itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni M. Fahmi Aressa (MFA) selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dan Fitria Nengsih (FN) selaku Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti

Penyidik KPK telah menemukan bukti bahwa Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.

Dalam kasus ini MA diduga memerintahkan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen untuk kemudian disetorkan kepada FN selaku orang kepercayaan MA.

Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, FN juga diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah.

PT TM terlibat dalam proyek pemberangkatan umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Perusahaan travel tersebut mempunyai program setiap memberangkatkan lima jemaah umroh maka akan mendapatkan jatah gratis umrah untuk satu orang, namun pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.

Uang hasil korupsi tersebut selain digunakan untuk keperluan operasional MA juga digunakan untuk menyuap MFA demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.

Atas perbuatannya para tersangka tersebut disangkakan dengan pasal sebagai berikut, tersangka MA sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Tersangka FN sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Kemudian MFA sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Baca juga: KPK periksa staf Hasbi Hasan terkait relasi dengan Dadan Tri Yudianto
Baca juga: KPK periksa Windy "Idol" terkait dugaan aliran uang kasus suap MA
Baca juga: Windy idol mengaku kenal dengan Hasbi Hasan

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2023