Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kebijakan utang RI cukup efektif mendorong peningkatan pada Produk Domestik Bruto (PDB) atau GDP semasa pandemi.

Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan setiap penambahan utang 1 dolar AS, akan menambahkan PDB sebesar 1,34 dolar AS selama periode 2018 hingga 2022.

“Ini pelajaran untuk kita semua, memang kenaikan PDB tidak seharusnya tergantung atau hanya didukung oleh utang karena pasti tidak akan sustainable, tapi dalam hal ini Indonesia masih dalam posisi yang cukup baik, yaitu setiap 1 dolar menghasilkan 1,34 tambahan PDB di mana terjadi shock yang luar biasa seperti pandemi yang mana hampir semua perekonomian mengalami kolaps,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa.

Pada periode 2018 hingga 2022, Kemenkeu mencatat nominal PDB lebih besar dibandingkan utang pemerintah, dengan masing-masing tercatat sebesar 276,1 miliar dolar AS dan 206,5 miliar dolar AS.

Baca juga: Menkeu: Ekonomi RI perlu tumbuh di atas 6 persen untuk keluar dari MIT

Menurut dia, apabila dibandingkan negara emerging power lainnya seperti India dan Malaysia, perbandingan PDB dan utang Indonesia dapat dikatakan masih cukup efektif.

Selama periode 2018 sampai 2022, nominal PDB India tercatat 683,5 miliar dolar AS dengan utang pemerintah yang lebih tinggi sebesar 932,4 miliar dolar AS. Untuk 1 dolar AS tambahan utang, PDB India juga bertambah 0,73 dolar AS.

Kemudian Malaysia mencatatkan nominal PDB 48,9 miliar dolar AS dengan utang pemerintah 69,5 miliar AS. Perbandingan itu tetap menunjukkan rasio utang yang masih tinggi.

Bendahara Negara tersebut menilai, bahkan negara adidaya seperti Amerika Serikat dan China mengalami penambahan sebesar 0,55 dolar AS dan 0,70 dolar AS untuk per 1 dolar utang pemerintahannya.

Baca juga: Sri Mulyani sebut kenaikan gaji PNS sedang digodok Presiden RI

Menurut dia, negara lain yang juga mempunyai efektivitas utang semasa pandemi yaitu Vietnam dengan nominal PDB sebesar 102,0 miliar dolar AS dan utang pemerintahan 18,2 miliar dolar AS

“Semua negara menggunakan defisit, artinya menggunakan utang untuk menahan shock akibat pandemi. Namun efektifitas dari penggunaan fiskal termasuk utang dialami Indonesia dan Vietnam, yang mana pertumbuhan government debt lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan PDB nominal. Ini disebabkan kita mampu mendorong stimulasi melalui fiscal deficit tadi. Untuk 206,5 miliar dolar AS, kita lihat Indonesia mampu menaikan nominal PDB ke 276,1 miliar dolar AS,” ujar Sri Mulyani.

Adapun Sri Mulyani juga optimis bahwa efektivitas kebijakan fiskal RI masih akan terus berlanjut guna mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah goncangan perekonomian global saat ini.

"Yang terjadi pada lima tahun terakhir seperti saya sampaikan tadi yang disebut Trade War itu mulainya 2017, dan kita ini diguncang tidak hanya oleh Geopolitic Trade War, tapi juga karena pandemi. Indonesia tidak pasti immune terhadap guncangan ini, namun kemampuan kita untuk recover dalam hal ini cukup baik atau lebih baik dibandingkan negara yang setara dengan kita baik di G20 atau ASEAN 6," pungkasnya.

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023