Kalau kesejahteraan (penyuluh) rendah, bagaimana mereka memikirkan kesejahteraan orang lain
Jakarta (ANTARA) - Kalangan akademisi menilai penyuluhan pertanian merupakan pendidikan nonformal, sehingga perlu mendapatkan dukungan pembiayaan negara dari anggaran sektor pendidikan.

Guru Besar Universitas Lampung (Unila) Bustanul Arifin menyatakan penyuluhan diselenggarakan untuk mencerdaskan kehidupan pelaku utama baik petani, nelayan, pekebun, dan peternak, yang merupakan kewajiban dari pemerintah sekaligus hak warga negara.

"Keberadaan kelembagaan penyuluhan menjadi pembangkit semangat bagi petani, peternak, nelayan, pekebun sebagai pelaku utama dan pelaku usaha," ujarnya saat bedah buku "Penyuluhan Pertanian Masa Depan" di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, saat ini penyuluh pertanian di daerah-daerah tidak memiliki wadah atau kelembagaan tersendiri setelah dihapuskannya Badan Koordinasi Penyuluh (Bakorluh) dan Badan Pelaksana Penyuluhan (Bapeluh).

Kondisi tersebut, lanjutnya, menjadikan penyuluh ditarik sebagai tenaga-tenaga pada dinas-dinas yang ada di daerah, sehingga status mereka sebagai pegawai pemda atau aparatur sipil negara (ASN) eselon 4 atau 5.

"Artinya, mereka bukan siapa-siapa, sehingga apresiasi terhadap penyuluh tidak ada yang akhirnya berdampak pada pekerjaan utama mereka," ujar pengajar Pascasarjana IPB University itu.

Bustanul menyatakan 60 persen yang dikerjakan penyuluh bukan memberi penyuluhan, tapi justru pekerjaan administrasi di luar kepenyuluhan dan bahkan mengikuti berbagai macam tim proyek agar mendapatkan tambahan penghasilan.

Akhirnya, pekerjaan administrasi tersebut menumpuk. Setiap bulan harus membuat laporan hingga sembilan laporan, sehingga pekerjaan utama sebagai penyuluh tak terurus," katanya.

Saat ini, lanjutnya, anggaran untuk program penyuluhan sangat kecil dibandingkan produk domestik bruto (PDB) secara nasional dan hal itu sangat berbeda sekali dengan Filipina dan China yang maju sektor pertaniannya, karena anggaran untuk riset dan penyuluhan cukup besar.

"Kalau kesejahteraan (penyuluh) rendah, bagaimana mereka memikirkan kesejahteraan orang lain," katanya.

Oleh karena itu, menurut Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) itu, anggaran untuk program penyuluhan bisa diambilkan dari alokasi sektor pendidikan yang sangat tinggi atau 20 persen dari APBN.

Senada dengan itu, Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian Siti Munifah menyatakan apapun programnya, penyuluhan atau SDM penyuluh adalah orang yang menjadi penggerak dan pendamping petani.

"Penyuluhan untuk mencerdaskan pelaku utama dalam hal ini petani. Kalau digunakan untuk mencerdaskan pelaku utama, berarti pendamping dan penyuluh penting karena petani dalam proses perjalan, ilmu perlu," ujarnya.

Oleh karena itu, program penyuluhan sebagai bentuk pendidikan nonformal mendapatkan alokasi dari 20 persen anggaran program pendidikan nasional.

"Dengan peraturan pemerintah memungkinkan penyuluhan menjadi bagian agar anggaran sektor pendidikan setara dengan pendidikan kedinasan, difabel, distabilitas, sehingga penyuluhan tidak terdegradasi," katanya.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB University Sumardjo menambahkan penyuluh bukan sekadar menyampaikan pesan pembangunan, tapi juga menumbuhkembangkan partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam pembangunan.

"Menumbuhkembangkan terkandung makna menumbuhkan kesadaran masyarakat agar mau berpartisipasi secara sukarela, bukan karena paksaan atau ancaman," katanya.

Baca juga: Petani di Lampung Timur berharap ada penyuluh pertanian
Baca juga: Petani dan penyuluh di Kalbar dibekali kemampuan buat pupuk organik
Baca juga: Bantul terjunkan penyuluh lapangan pantau pertanaman hadapi kemarau

Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023