Jakarta (ANTARA) - Sebagai negara dengan mayoritas masyarakatnya beragama Islam, nilai ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia terus bertumbuh.

Menurut Islamic Finance Development Report 2022, Indonesia merupakan negara ketiga dengan kinerja keuangan Islam terbesar di dunia.

Indikator Kinerja Keuangan dari Pembangunan Keuangan Islam (Financial Performance of the Islamic Finance Development Indicator/IFDI) Indonesia tercatat sebesar 61 atau hanya berada di bawah Malaysia, dengan nilai 113 dan Arab Saudi, dengan nilai 74.

Pada 2021, Indonesia juga menjadi salah satu dari lima negara dengan jumlah perusahaan finansial berbasis teknologi (fintek) syariah terbanyak di dunia, di samping Arab Saudi, Inggris, Malaysia, dan Kazakhstan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total aset keuangan syariah Indonesia mencapai Rp2.375,8 triliun per akhir Desember 2022 atau tumbuh 15,87 persen secara tahunan dibanding 2021 yang sebesar Rp2.050,51 triliun.

Meskipun demikian, total aset industri perbankan syariah di Indonesia baru mencapai Rp802,26 triliun atau 7,09 persen dari total aset perbankan secara nasional yang sebesar Rp11.315,79 triliun.

Pada saat yang sama, jarak tingkat literasi keuangan syariah yang sebesar 9,14 persen juga masih jauh dari tingkat literasi keuangan konvensional yang mencapai 49,68 persen.
 

Digitalisasi

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doni P. Joewono mengatakan ekonomi dan keuangan syariah perlu terus dikembangkan karena dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi Indonesia.

Perkembangan teknologi digital pun dimanfaatkan oleh Bank Indonesia dan pemerintah untuk memperluas pasar ekonomi dan keuangan syariah.

“Beberapa hal yang sudah diterapkan, di antaranya adalah digitalisasi dalam ekosistem halal, digitalisasi terkait dengan keuangan sosial syariah, serta edukasi dan literasi yang menggunakan platform media digital,” kata Doni, saat membuka Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Kawasan Timur Indonesia 2023, beberapa waktu lalu.

Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengatakan bahwa digitalisasi mampu membuat aset Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Maybank Indonesia Tbk (Maybank) tetap tumbuh sebesar 16 persen secara tahunan di tengah pandemi COVID-19 pada 2020.

Nilai aset UUS Maybank Indonesia pada 2020 mencapai sekitar Rp36 triliun atau 21 persen dari total aset Maybank Indonesia.

Selain digitalisasi, Maybank Indonesia juga menerapkan strategi shariah first dan Laverage Business Model, sehingga UUS Maybank bisa leluasa mengakses infrastruktur perusahaan induk, baik kantor cabang maupun infrastruktur digital.

“Pada 2020, UUS Maybank Indonesia hanya memiliki 16 kantor cabang, tetapi nasabah UUS Maybank Indonesia tetap bisa mengakses layanan di 344 cabang Maybank di seluruh Indonesia,” kata Taswin, dalam kegiatan “Jurus Maybank Indonesia Dongkrak Bisnis Syariah di Era Digitalisasi” dikutip dari YouTube Maybank Indonesia.

Nasabah individu dan korporasi UUS Maybank Indonesia, yang tidak harus Muslim, juga bisa mengakses berbagai layanan perbankan syariah melalui aplikasi M2U dan M2E.

“Perbankan syariah sangat resilient dan tahan banting karena layanan syariah tetap bisa hadir secara relevan, bisa melayani kebutuhan nasabah dengan tidak ketinggalan zaman,” katanya.

Melalui aplikasi M2U, nasabah individu UUS Maybank Indonesia dapat mengakses berbagai produk syariah, seperti menabung untuk mendanai ibadah haji atau mendanai pendidikan anak, berinvestasi pada reksadana berbasis syariah, dan melakukan berbagai transaksi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sementara itu, nasabah korporasi juga dapat mengakses layanan syariah melalui aplikasi digital M2E yang merupakan tulang punggung pelayanan pembiayaan Maybank Indonesia.

Dengan strategi tersebut, pada kuartal I 2023, aset UUS Maybank Indonesia berhasil melanjutkan pertumbuhan sebesar 3,3 persen secara tahunan menjadi Rp39,61 triliun dan berkontribusi sebesar 26 persen terhadap total aset Maybank Indonesia.

Penyaluran pembiayaan UUS Maybank juga meningkat 0,7 persen year on year menjadi Rp24,74 triliun, terutama ditopang oleh penyaluran pembiayaan pada segmen usaha kecil menengah (UKM) dan ritel.

UUS Maybank pun membukukan laba sebelum pajak (PBT) yang melonjak 178,4 persen secara tahunan menjadi Rp236 miliar pada kuartal I-2023.
 

Keamanan digital

Untuk memastikan keamanan nasabah saat mengakses layanan digital, Maybank Indonesia mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure senilai Rp2 triliun untuk memperkuat infrastruktur teknologi informasi (IT) perseroan.

Pada Selasa (23/5) lalu, Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengungkapkan perseroan telah menggunakan sebesar 60 hingga 70 persen dari total belanja modal tersebut, antara lain untuk meningkatkan pengamanan data nasabah dari serangan siber.

Peneliti Ekonomi Syariah Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fauziah Rizki Yuniarti mengatakan bisnis syariah perbankan memang harus berinvestasi untuk mengembangkan teknologi digital, sekalipun anggarannya tidak murah.

Manajemen risiko juga perlu diperkuat untuk memperkecil kemungkinan terjadinya serangan siber yang luas.

“Bisnis syariah perbankan juga perlu menerapkan krisis manajemen yang baik, melalui komunikasi yang cepat dan tepat saat krisis terjadi,” katanya.

Dengan upaya bank syariah mempertahankan kepercayaan nasabah, ia meyakini digitalisasi akan semakin meningkatkan nilai ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

“Digitalisasi juga mempermudah sektor industri halal, dimana produsen dapat melakukan pencatatan ketersediaan produk, pelacakan pengiriman, dan perluasan pemasaran produk melalui media sosial,” katanya.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023