Pengetahuan tentang kondisi mental korban dibutuhkan dalam rangka menyusun program penanganan yang tepat bagi dirinya
Jakarta (ANTARA) - Konsultan Yayasan Letera Anak Reza Indragiri Amriel mengingatkan semua pihak terutama pendamping anak korban perkosaan di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, agar memperhatikan kondisi mental sang anak pasca-kejadian traumatik tersebut.

"Pengetahuan tentang kondisi mental korban dibutuhkan dalam rangka menyusun program penanganan yang tepat bagi dirinya," kata Reza dalam keterangan yang dibagikan-nya di Jakarta, Jumat.

Reza menyebut, kondisi RO (15), korban perkosaan yang dilakukan oleh 11 pria itu secara fisik tubuhnya sudah mengenal sensasi seks. Terlebih, perkosaan itu berlangsung berulang dalam kurun waktu yang panjang dengan modus iming-iming imbalan dan sejenis.

Menurut dia, dengan kondisi seperti itu, penting untuk mencari tahu apakah korban mengalami perkosaan dengan perasaan menderita atau biasa saja.

"Atau justru menganggapkan sebagai aktivitas transaksional dengan tujuan instrumental (memperoleh keuntungan)," ujar Reza.

Baca juga: Pakar tegaskan persetubuhan anak Parigi Moutong adalah perkosaan

Baca juga: Korban asusila di Sulteng segera jalani operasi rahim di RS Undata


Lebih lanjut pakar psikologi forensik itu menjelaskan, apa pun kondisi korban tetaplah berstatus korban dan pelakunya tetap harus dipidana.

Tapi, di satu sisi kondisi mental korban terkesamping-kan. Hal ini terindikasi dari informasi yang diberikan oleh pendamping korban yang berkutat pada kondisi fisik korban semata.

"Mungkin, saking ekstrim-nya masalah fisik si korban, pendamping serta-merta meyakini bahwa korban mengalami perkosaan dengan penuh penderitaan," papar Reza.

Kasus tersebut terjadi sejak April 2022 dan dilaporkan keluarga RO pada Januari 2023 di Polres Parigi Moutong setelah korban mengalami sakit pada bagian perut.

Baca juga: Kemen-PPPA: Anak korban pemerkosaan di Sulteng masih dirawat di RS

Berdasarkan keterangan korban, kasus tersebut dilakukan di tempat yang berbeda-beda dalam waktu 10 bulan

Kapolda Sulteng Irjen Pol. Agus Nugroho, Rabu (31/5) menyebutkan dari 11 laki-laki yang dilaporkan, polisi telah menetapkan 10 tersangka yakni HR (43) yang berstatus sebagai kepala desa di Parigi Moutong, ARH (40) seorang guru SD di Desa Sausu, AK (47), AR (26), MT (36), FN (22), K (32), AW, AS dan AK.

Sementara MKS yang merupakan oknum anggota Polri masih dalam tahap pemeriksaan dan belum ditetapkan sebagai tersangka, dengan alasan belum cukup bukti.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023