Yogyakarta (ANTARA News) - Merapi tak pernah ingkar janji. Dia selalu mengeluarkan awan panas ratusan kali dalam bilangan hari jika aktivitasnya memuncak, karena longsornya kubah lava baru dengan volume besar. Jika pasokan magma dari perut gunung ke puncak mulai menurun, dan energi desakannya ke atas juga semakin berkurang, gunung api di perbatasan wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini akan meredakan aktivitasnya. Apalagi jika kondisi kubah lava baru di puncaknya semakin stabil dan tidak mudah longsor, gunung yang saat ini tingginya sekitar 2.965 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu, secara berangsur-angsur akan kembali ke "aktif normal". Penurunan status aktivitas tersebut melalui tahapan dari "awas" ke "siaga", kemudian turun lagi menjadi "waspada", dan akhirnya "aktif normal". Seperti pada fase erupsi sekarang ini, setelah pada Jumat (9/6) Merapi mencapai puncak aktivitasnya dengan awan panas yang terjadi 102 kali dari pukul 15.51 WIB hingga pukul 20.00 WIB dan jarak luncur maksimum 4,5 kilometer yang sebagian besar ke hulu Kali Gendol (lereng selatan), aktivitas gunung ini tampaknya mulai mereda. "Sejak pukul 00.00 sampai 15.00 WIB awan panas yang terjadi hanya 12 kali dengan jarak luncur maksimal empat kilometer, dominan mengarah ke hulu Kali Gendol," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Dr Ratdomo Purbo, Minggu (11/6). Menurut dia, jumlah awan panas itu menurun dibanding yang terjadi Sabtu (10/6) yang mencapai 34 kali, apalagi jika dibandingkan dengan awan panas pada Jumat (9/6) yang mencapai 102 kali dengan jarak luncur maksimum 4,5 kilometer. "Meskipun aktivitas awan panas Merapi mengalami penurunan yang cukup signifikan selama tiga hari terakhir, namun masih perlu tetap dicermati. Upaya itu perlu terus dilakukan karena tren aktivitas awan panas Merapi fluktuatif, terkadang terjadi dengan jumlah banyak dan volume cukup besar, tetapi di lain waktu hanya sedikit," katanya. Atas dasar itu, BPPTK kemudian mengevaluasi aktivitas gunung ini, Senin (12/6), yang hasilnya dilaporkan ke Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung. "Berdasarkan hasil evaluasi itu nanti, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi akan menentukan dan menetapkan status Merapi selanjutnya. Namun, hingga kini status aktivitasnya masih tetap `awas`, karena masih mengeluarkan awan panas," ujar dia. Ia menyebutkan pada Jumat (9/6) lalu dari pukul 15.51 WIB sampai pukul 20.00 WIB kubah lava baru (2006) di puncak Merapi longsor sebanyak 1,3 juta meter kubik. Longsornya kubah lava baru sebanyak itu menimbulkan awan panas secara beruntun hingga sebanyak 102 kali dengan jarak luncur maksimum 4,5 kilometer ke lereng selatan. "Karena longsor sebanyak itu, volume kubah lava baru kini tinggal sekitar tiga juta meter kubik. Volume sebelumnya sekitar 4,3 juta meter kubik. Apabila kubah lava baru longsor semua, masih dapat tertampung di sekitar Bukit Kendil," katanya. Ratdomo Purbo mengatakan akibat longsornya kubah lava baru tersebut memunculkan kawah baru. Kawah baru ini muncul karena kubah lava 2006 (kubah lava baru) berlubang akibat longsornya 1,3 juta meter kubik material vulkanik di kubah itu. Guguran lava menurun Menurunnya aktivitas Merapi juga ditandai dengan menurunnya jumlah guguran lava (material vulkanik), ujar Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTK Yogyakarta Drs Subandriyo, Senin (12/6). Kata dia, kalau sebelumnya guguran lava mencapai 337 kali, pada Senin hanya 299 kali. Sedangkan gempa fase banyak atau multiphase yang sebelumnya terjadi 20 kali, sekarang hanya satu kali. "Begitu pula dengan gempa tektonik yang sebelumnya tercatat 10 kali, sekarang tidak ada sama sekali," sambungnya. Namun, menurutnya, meski aktivitas Merapi menurun, belum bisa dikatakan menunjukkan kecenderungan menurun. Artinya, untuk memastikan kecenderungan menurun, masih membutuhkan waktu tiga sampai empat hari. "Kita tunggu perkembangannya. Meski aktivitas gunung ini relatif menurun, tetapi masih fluktuatif, terkadang bisa naik kembali, dan hal ini harus terus dicermati," tandas dia. Ia juga mengatakan, penurunan aktivitas Merapi juga ditandai dengan turunnya ketinggian kubah lava baru sekitar 25 meter, dari sebelumnya setinggi 120 meter, setelah pada 9 Juni lalu terjadi longsoran besar (sekitar 1,3 juta meter kubik) pada kubah lava baru, sehingga menimbulkan awan panas terus menerus dari pukul 15.51 WIB sampai pukul 20.00 WIB. Mengenai kemungkinan awan panas meningkat lagi, Subandriyo mengatakan hal itu kecil kemungkinannya, kecuali ada aktivitas baru di luar perkiraan. Dia mengakatakan, awan panas terus menurun. Pada 10 Juni terjadi 34 kali, kemudian 11 Juni 20 kali, dan Senin (12/6) hingga pukul 15.00 WIB hanya terjadi 12 kali awan panas. Luncuran awan panas masih dominan ke hulu Kali Gendol, dan sebagian ke Kali Krasak serta Kali Boyong. "Luncuran awan panas sampai sekarang belum menjangkau permukiman penduduk," sambungnya. Melihat perkembangan terakhir, menurut dia, seandainya terjadi awan panas besar, luncurannya juga tidak akan mencapai permukiman penduduk. "Begitu juga dengan kubah lava baru yang sekarang volumenya tinggal sekitar tiga juta meter kubik, seandainya longsor semua, masih bisa tertampung di sekitar Bukit Kendil, sehingga tidak akan menjangkau permukiman penduduk," tegasnya. Mengundang perhatian Merapi hanyalah gunung "kecil" yang mengeluarkan awan panas. Itu kata Dr Ratdomo Purbo Kepala BPPTK Yogyakarta. Sepertinya sebutan "kecil" itu meremehkan. Padahal sebenarnya ia ingin menegaskan bahwa Merapi memiliki kekhasan, yakni awan panas dalam aktivitasnya. Dengan ciri khasnya memunculkan awan panas dalam setiap fase erupsi-nya, gunung api itu selalu mengundang perhatian, apalagi saat status aktivitasnya "awas" seperti sekarang ini. "Gunung Merapi bukan seperti Gunung Krakatau atau Gunung Galunggung yang bisa meletus besar. Merapi hanyalah gunung 'kecil' yang mengeluarkan awan panas," ujar Ratdomo Purbo di Media Center Bakornas di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta, Jumat (9/6). Apabila mencermati sejarah letusannya, aktivitas Merapi terkadang sulit diprediksi. Dari pengalaman letusan-letusan sebelumnya, proses meletusnya gunung api yang termasuk paling aktif di dunia itu tidak pernah sama antara satu fase letusan dengan fase letusan lainnya. Letusan 20 April 1961 diawali dengan terjadinya awan panas pada 19 Maret 1961, setelah gunung ini melalui masa tenang pasca letusan 1957. Selanjutnya dalam kurun waktu dua minggu antara Maret - April 1961 terjadi beberapa kali awan panas yang memasuki hulu Sungai Batang. Pada masa itu, di malam hari teramati adanya titik-titik api (api diam) di kubah lava hasil letusan 1957. Tanggal 18 April 1961 terjadi awan panas besar yang meluncur sejauh 6,5 kilometer menyusuri alur Sungai Batang di lereng barat daya. Kemudian pada 20 April 1961 pukul 06.50 WIB Merapi meletus. Titik letusan terletak pada bres Batang, yaitu celah yang menuju ke hulu Sungai Batang. Waktu itu letusannya bersamaan dengan terjadinya petir. Namun, asap letusan tidak terlalu tinggi, hanya sekitar satu kilometer dari puncak. Desa Gendeng hancur total. Pohon-pohon diterjang awan panas dan tercabut dari akarnya. Hujan abu dari letusan itu sampai daerah Muntilan, Kabupaten Magelang (Jawa Tengah). Letusan tersebut membentuk celah lebar di puncak dan mengarah ke barat daya, yakni ke arah hulu Sungai Batang. Di dalam celah atau bukaan kawah itu pada fase sesudah letusan terbentuk kubah lava. Ratusan kali awan panas dan guguran lava pijar masih terus terjadi sesudah letusan, dengan jarak luncur maksimum enam kilometer ke hulu Sungai Batang. Pada 7 Mei 1961 terjadi letusan kecil yang berulang-ulang. Awan panasnya mencapai sejauh 3,5 kilometer. Pada saat itu diperkirakan kecepatan awan panas mencapai 60 kilometer per jam. Beberapa awan panas juga memasuki hulu Sungai Senowo, Gendol dan hulu Sungai Woro sampai sejauh 1,5 kilometer. Sesudah terjadi letusan-letusan kecil, terdengar suara hembusan bergemuruh yang sangat kuat. Suara itu kadang diikuti semburan asap vertikal setinggi satu kilometer dari puncak gunung. Selanjutnya pada 8 Mei 1961 terjadi lagi letusan. Fase itu dimulai pada pukul 07.54 WIB, dan kemudian terjadi beberapa kali letusan. Letusan paling besar terjadi pada pukul 14.56 WIB yang menimbulkan awan panas dengan jarak luncur sejauh hingga 12 kilometer. Ujung awan panas tersebut sampai ke wilayah Desa Kembang, atau sekitar satu kilometer dari Pos Pengamatan Merapi di Ngepos, Kabupaten Magelang, Jateng. Letusan 8 Mei itu merupakan fase puncak dari periode letusan tahun 1961, yang menyebabkan bukaan kawah di puncak yang mengarah ke barat daya semakin lebar. Pada lereng puncak terbentuk ceruk panjang di sektor barat daya. Selama periode letusan 1961, sebanyak 42,4 juta meter kubik material vulkanik telah dikeluarkan oleh gunung tersebut. Rangkaian letusan Merapi pada 1961 cukup panjang, yaitu selama sekitar satu bulan. Selama fase itu terjadi dua kali letusan besar, yakni pada 20 April dan 8 Mei. Apakah fase erupsi Merapi 2006 rangkaiannya juga akan panjang seperti periode letusan 1961? Tidak ada yang tahu. (*)

Oleh Oleh Masduki Attamimi
Copyright © ANTARA 2006