(Salah satu) data ekonomi China yang masih lemah ​​di antaranya data surplus perdagangan China yang melanjutkan tren penurunan dan wait & see meeting the Fed minggu depan.
Jakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova mengatakan bahwa pelemahan rupiah pada penutupan perdagangan Kamis sore ini dikarenakan faktor eksternal, yakni data-data ekonomi China yang masih lemah.

"(Salah satu) data ekonomi China yang masih lemah ​​di antaranya data surplus perdagangan China yang melanjutkan tren penurunan dan wait & see meeting the Fed minggu depan," ujar dia ketika ditanya Antara, Jakarta, Kamis.

Selain itu, data surplus perdagangan China periode Mei 2023 lebih rendah dibanding bulan-bulan sebelumnya menjadi faktor pelemahan rupiah.

Baca juga: Gubernur BI terangkan 4 alasan nilai tukar pada 2024 bakal lebih kuat

Terkait prediksi setelah meeting The Fed, risiko ketidakpastian terkait kebijakan suku bunga untuk sementara akan turun sehingga selera risiko investor terhadap aset-aset emerging markets akan meningkat.

"Data-data ekonomi domestik juga masih menopang penguatan rupiah ke depan," kata Rully.

Sebelumnya, Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menyatakan rupiah berpeluang lanjut melemah terhadap dolar AS hari ini seiring kenaikan imbal hasil obligasi AS yang menyiratkan persepsi pelaku pasar bahwa kondisi ​​​​suku bunga tinggi masih akan dipertahankan di AS.

"Kenaikan imbal hasil obligasi AS dipicu kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Kanada yang di luar ekspektasi semalam, naik 25 bp menjadi 4,75 persen," ucap Aris.

Baca juga: Pengamat: Pelemahan rupiah berpeluang berlanjut pada hari Kamis

Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah mengalami pelemahan 0,12 persen atau 17 poin menjadi Rp14.895 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.877 per dolar AS.

Sepanjang hari, rupiah bergerak dari Rp14.894 per dolar AS hingga Rp14.915 per dolar AS.

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023