Usulan Pemerintah lebih diterima oleh mayoritas anggota Panja.
Jakarta (ANTARA) - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengatakan pihaknya telah berupaya memperjuangkan mandatory spending atau alokasi pengeluaran wajib Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) minimal 5 persen dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law.

"PKB dengan tegas memastikan bahwa mandatory spending tersebut minimal 5 persen dari APBN," kata Ketua DPP PKB Bidang Kesehatan, Perlindungan Anak, dan Difabel Nihayatul Wafiroh pada konferensi pres di Ruang Fraksi PKB, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

Bahkan, kata dia, PKB dari awal menegaskan jika anggaran layanan kesehatan harus dikategorikan sebagai mandatory spending dan disebutkan secara jelas dalam batang tubuh Undang-Undang Kesehatan.

"Disebutkan dalam batang tubuh UU Kesehatan, tidak sekadar dalam penjelasan UU," ucap Wakil Ketua Komisi IX DPR RI itu.

Namun, dia menyayangkan mandatory spending APBN yang diperjuangkan minimal 5 persen dalam RUU Kesehatan Omnibus Law diputuskan dihapuskan.

Ia menuturkan perjuangan PKB tersebut akhirnya kalah suara saat voting dalam Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan.

"Kami meminta maaf kepada rakyat Indonesia karena sudah berjuang maksimal agar pasal mandatory spending minimal 5 persen APBN untuk layanan kesehatan masuk dalam batang tubuh RUU Kesehatan. Namun, ternyata kami kalah suara saat voting dalam Panja RUU Kesehatan," katanya.

Ninik, sapaan karib Nihayatul Wafiroh, menjelaskan bahwa persoalan penetapan mandotory spending untuk layanan kesehatan memang menjadi perdebatan alot dalam Panja RUU Kesehatan.

Selama 2 hari terakhir, kata dia, anggota Panja RUU Kesehatan mendiskusikan secara serius apakah perlu ada mandatory spending dalam batang tubuh Undang-Undang Kesehatan atau mengikuti usulan Pemerintah agar alokasi anggaran layanan kesehatan bersifat elastis sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

"Perdebatan ini diakhiri dengan voting. Usulan Pemerintah lebih diterima oleh mayoritas anggota Panja," ucapnya.

Menurut dia, anggaran layanan kesehatan harus dikategorikan sebagai anggaran wajib yang harus dialokasikan dalam APBN.

"Jika tidak ada mandatory spending, kita akan makin ketinggalan dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan kita," imbuhnya.

Kewajiban tersebut, lanjut dia, untuk memastikan kualitas layanan kesehatan, baik dalam bentuk program maupun perbaikan sarana dan prasarana kesehatan.

"Berdasarkan pengalaman kita saat menangani COVID-19, kita tahu betapa rapuh sistem layanan kesehatan kita. Ada banyak sekali lubangnya, mulai keterbatasan sarana dan prasarana, keterbatasan obat-obatan, hingga keterbatasan sumber daya manusia," kata dia.

Baca juga: CISDI soroti penghapusan anggaran 10 persen dalam RUU Kesehatan
Baca juga: Kemenkes paparkan bagaimana RUU Kesehatan lindungi kesehatan remaja RI

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023