Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Bambang Soesatyo menyatakan bahwa konstitusi harus mampu menjawab tantangan dan dinamika zaman.

"Konstitusi yang dibangun dan diperjuangkan Indonesia adalah konstitusi yang 'hidup' (living constitution) sehingga mampu menjawab segala tantangan dan dinamika zaman," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Selain itu, konstitusi Indonesia adalah konstitusi yang 'bekerja' (working constitution), yang dapat dijadikan rujukan, dilaksanakan, dan memberi kemanfaatan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

"Agar 'hidup' dan 'bekerja', konstitusi tidak boleh anti terhadap perubahan," ujar Bamsoet, sapaan akrab Ketua MPR RI itu.

Menurut dia, perubahan zaman adalah sebuah keniscayaan yang tidak akan mungkin dihindarkan. Bamsoet mengungkapkan pimpinan MPR pun telah melakukan serangkaian pertemuan dengan para pimpinan partai politik, tokoh masyarakat, tokoh keagamaan, dan berbagai komponen masyarakat lainnya.

"MPR telah mengidentifikasi bahwa ada enam aspirasi yang berkembang di masyarakat terkait agenda perubahan konstitusi," katanya.

Aspirasi itu meliputi amandemen terbatas, perubahan terkait dibentuknya Pokok-pokok Haluan Negara model GBHN, penyempurnaan terhadap UUD NRI Tahun 1945 hasil amandemen, perubahan dan kajian menyeluruh terhadap UUD NRI Tahun 1945 hasil amandemen, dan kembali ke UUD Tahun 1945 yang asli sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1959

"Kembali ke UUD tahun yang asli, kemudian diperbaiki dan disempurnakan melalui adendum, serta tidak perlu dilakukan amandemen konstitusi karena konstitusi yang ada saat ini dipandang masih mencukupi," kata Bamsoet dalam webinar dengan tema "Wacana Amandemen UUD 1945. Renungan 25 Tahun Pascareformasi" secara daring di Jakarta.

Bamsoet mengungkapkan dalam rangka memenuhi tuntutan reformasi konstitusi, MPR telah melakukan empat kali amandemen dari tahun 1999 hingga 2002.

Sebagai perbandingan, Amerika Serikat telah melakukan 27 kali amandemen dalam kurun waktu lebih dari dua abad, dari tahun 1791 sampai 1992. Dengan materi amandemen rata-rata hanya satu sampai tiga ayat dan paling banyak enam ayat.

Secara kuantitatif, tambah Bamsoet, dari empat kali perubahan tersebut, jumlah ayat dalam UUD bertambah sekitar tiga kali lipat. Secara kualitatif, perubahan yang dilakukan sangat banyak dan mendasar.

"Inilah yang kemudian menghadirkan pandangan bahwa amandemen yang kita lakukan atas UUD 1945 telah melahirkan sebuah 'konstitusi baru'," ujarnya.

Baca juga: Bamsoet ingatkan masyarakat tak terjebak politik pragmatis pada pemilu
Baca juga: Bamsoet: Kelompok masyarakat perlu kedewasaan waspadai konflik pemilu
Baca juga: Ketua MPR minta pemerintah benahi permasalahan seputar guru PPPK

Pewarta: Fauzi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023