Jakarta  (Antara News) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Pramono Anung mengusulkan penggunaan sistem gabungan proporsional terbuka untuk memperbaiki kualitas anggota dewan dan yang berkualitas.

"Sistem seperti sekarang ini harus diperbaiki. Makanya saya usulkan sistem gabungan proporsional terbuka," kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung pada diskusi Dialektika Demokrasi di press room Gedung DPR RI di Jakarta, Kamis.

Diskusi yang mengambil tema "Politisi Loncat Pagar, Kinerja Legislasi Kedodoran", menghadirkan pembicara Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari, Wakil Ketua DPR Pramono Anung dan pengamat politik Boni Hargens.

Menurut Pramono jika sistem pemilu masih tetap menggunakan sistem proporsional terbuka maka yang muncul orang-orang yang populer dan tidak akan mengubah wajah DPR saat ini.

"Kalau tidak diubah biayanya akan makin mahal. Sistem ini juga membuat masyarakat pragmatis," kata Pramono.

Selain itu tambahnya sistem saat ini juga membuat melemahnya ideologi partai dan begitu dominannya politik kemasan. Sistim ini tambah Pramono juga mendorong terjadinya individualisasi dalam politik.

"Jadi selama sistemnya tak berubah, maka isinya juga tak akan beda. Persoalan rekrutmen di Parpol juga menjadi masalah sendiri," kata Pramono.

Sementara wakil ketua MPR Hajriyanto Y Thohari menilai saat ini para anggota dewan telah kehilangan etos parlementarianisme-nya.

"Yang masuk ke DPR, tak punya etos dan bahkan tak ada pemahaman yang cukup," kata Hajriyanto.

Hajriyanto menjelaskan bahwa tugas utama politisi atau anggota dewan adalah berbicara khususnya pemikiran-pemikiran soal kebangsaan. Karena itu sangat aneh jika banyak anggota dewan yang tidak pernah bersuara.

"Bahkan ada teman saya yang dua dua kali jadi anggota dewan tak pernah bersuara, dikutip koran saja belum pernah," kata Hajriyanto.

Sedangkan Boni Hargens mengatakan demokrasi di Indonesia sudah dirampas kapitalis dan penguasa.

  (T.J004/B/Z003) 

Pewarta: Oleh Jaka Suryo
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2013