Jakarta (ANTARA News) - Indonesia tengah mempelajari langkah dan peluang investasi pada lahan seluas 4 juta hektar yang ditawarkan Nigeria beberapa waktu lalu saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi negara itu.

"Kita akan mempelajari lagi penawaran yang diberikan oleh Nigeria terkait lahan seluas empat juta hektar tersebut, apa saja yang menarik untuk diinvestasikan di sana," kata Ketua Komite Afrika Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Mintardjo Halim, di Jakarta, Jumat.

Mintardjo mengatakan, untuk investasi di lahan seluas empat juta hektar yang ditawarkan oleh Nigeria tersebut sebaiknya tidak datang dari perusahaan nasional saja, namun akan lebih baik atas nama Indonesia.

"Sebaiknya tidak atas nama perusahaan saja, tetapi Indonesia dan harus menyangkut kepentingan dan manfaat kepada kita apa karena pada intinya dengan melakukan investasi kita memberikan bantuan kepada mereka," tambah Mintardjo.

Mintardjo menjelaskan, saat ini telah dipelajari langkah apa yang harus diambil agar bisa memberikan manfaat untuk kedua belah pihak, namun masih belum banyak pembicaraan lebih lanjut terkait penawaran tersebut.

"Pembicaraan belum terlalu banyak, kita masih mempelajari bagaimana pola yang tepat agar juga bisa menguntungkan Indonesia," kata Mintardjo.

Menurut Mintardjo, untuk melakukan investasi di Nigeria bukan hanya terbuka bagi kelapa sawit saja, namun juga bisa melakukan investasi kopi, kakao, dan lain-lain.

"Di sana daerah tropis, dan tidak harus semuanya investasi kelapa sawit saja," kata Mintardjo.

Sebelumnya, tindak lanjut rencana kerja sama perdagangan terbatas (PTA) antara Indonesia dan Nigeria, Kementerian Perdagangan telah menerima penawaran lahan untuk produk perkebunan.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Gusmardi Bustami, mengatakan bahwa pemerintah serius memikirkan tawaran tersebut mengingat tingginya konsumsi minyak goreng yang berbahan dasar sawit di negara itu.

"Permintaan CPO ke Nigeria cukup tinggi, karena makanan mereka hampir semua digoreng, jadi kebutuhan minyak goreng sangat tinggi," kata Gusmardi, Rabu (20/2).

Gusmardi menyatakan, pemerintah negara kaya minyak di kawasan Barat Afrika itu pernah menawarkan skema pembebasan bea masuk bila pengusaha Indonesia bersedia membangun pabrik.

(ANTARA)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013