"Rumah Sakit Saint Benoit dilaporkan terkena bom mortir."
Perserikatan Bangsa-Bangsa (ANTARA News) - Sebanyak 57 orang tewas atau cedera ketika sebuah mortir menghantam satu rumah sakit di bagian timur Republik Demokratik Kongo, tempat kerusuhan baru-baru ini, demikian laporan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

"Pada 27 Februari, Rumah Sakit Saint Benoit dilaporkan terkena bom mortir yang mengakibatkan sampai dengan 57 korban, termasuk pasien dan staf," kata Wakil Juru Bicara PBB, Eduardo del Buey, mengutip pasukan penjaga perdamaian PBB di wilayah itu.

Dia tidak memastikan apakah 57 korban itu tewas atau terluka, namun menambahkan "bahwa misi PBB sedang dalam proses konfirmasi jumlah dan status korban."

Ia mengatakan, pasukan penjaga perdamaian dari MONUSCO (Misi Stabilisasi PBB di Kongo) membantu untuk mengevakuasi orang-orang yang terluka dan membawa keluar dengan helikopter militer.

Pertempuran antara tentara dan milisi pemberontak di bagian timur Kongo telah meninggalkan setidak-tidaknya 36 orang tewas dan ribuan telah mengungsi di satu pangkalan PBB, kata juru bicara Kamis. Satu penjaga perdamaian PBB juga terluka.

Antara 3.000 sampai 4.000 orang berada di pangkalan pasukan penjaga perdamaian PBB di Kitchanga di Provinsi Kivu Utara, dalam ujian awal bagi perjanjian perdamaian yang ditengahi PBB yang bertujuan mengakhiri dua dekade perang dan perselisihan di wilayah kaya mineral itu.

Bentrokan antara Pemerintah Kongo dan tentara Aliansi Patriots untuk Pembebasan dan Kedaulatan Kongo, yang lebih dikenal dengan singkatan Prancis, APCLS, meletus di daerah itu pada Rabu lalu.

APCLS adalah milisi lama di wilayah itu yang membuat namanya saat memerangi mendiang diktator Mobutu Sese Seko pada tahun 1990-an, ketika perang di Kongo dan negara-negara tetangganya menewaskan jutaan orang.

Kitchanga berada di kawasan Masisi Kivu Utara, dekat dengan tempat tentara dan pasukan penjaga perdamaian PBB berada dalam konfrontasi dengan kelompok M23.

Pertempuran mematikan juga dilaporkan pekan ini antara faksi-faksi M23, demikian laporan AFP

Kerusuhan itu terjadi setelah kesepakatan damai yang ditengahi PBB ditandatangani pada Minggu oleh 11 negara Afrika, termasuk Kongo.

Presiden Kongo, Joseph Kabila, berjanji untuk meningkatkan upaya guna memperpanjang kontrol pemerintah ke bagian timur negara yang tak taat hukum itu, sementara negara-negara lain berjanji untuk tidak ikut campur dalam urusan tetangga mereka.

Para ahli PBB telah menuduh Rwanda dan Uganda mendukung para gerilyawan M23. Namun, kedua negara itu menyangkal tuduhan tersebut dan menandatangani perjanjian non-interferensi.
(Uu.H-A)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013