"Jadi, preaudit dan gelar perkara itu untuk meyakinkan PA sebelum tanda tangan."
Jakarta  (ANTARA News) - Wakil Kepala Kepolisian Negara RI (Wakapolri), Komjen Pol. Nanan Sukarna, mengemukakan bahwa sebelum anggaran untuk proyek simulator surat izin mengemudi (SIM) roda empat di Korps Lalu Lintas Mabes Polri ditandatangani pengguna anggaran (PA) dilakukan preaudit dan gelar perkara.

"Jadi, preaudit dan gelar perkara itu untuk meyakinkan PA sebelum tanda tangan," katanya usai menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan, agar PA yakin sebelum proyek itu ditandatangani, maka dilakukan preaudit dan gelar perkara.

Nanan mengingatkan, dalam Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah disebutkan PA bisa membuat tim teknis.

"Sekali lagi, yang menentukan PA supaya yakin sebelum teken harus ada preaudit dan gelar perkara," ujarnya.

Menurut Nanan, preaudit itu sebenarnya untuk memperjelas bahwa institusi Polri mempunyai tugas PA membuat tanda tangan sesuai temuan tim.

Dia menjelaskan, setelah proyek itu bermasalah, Polri segera memerintahkan Profesi dan Pengamanan (Propam), Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) untuk menyelidkinya.

Nanan diperiksa KPK selama 9,5 jam sebagai saksi untuk tersangka Irjen Pol. Djoko Susilo dalam kasus dugaan korupsi simulator SIM roda empat di Markas Besar (Mabes) Polri.

Dalam kasus simulator itu, KPK menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri, Irjen Pol Djoko Susilo, sebagai tersangka pada 27 Juli 2012 bersama Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo (Wakil Kepala Korlantas nonaktif).

Selain itu, Budi Susanto selaku Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA), perusahaan pemenang tender pengadaan simulator, dan Sukotjo S. Bambang sebagai Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) yang menjadi perusahaan subkontraktor dari PT CMMA juga telah ditetapkan menjadi tersangka.

Satu tersangka, yaitu Sukotjo S. Bambang telah divonis penjara selama 2,5 tahun dan mendekam di Rutan Kebon Waru Bandung atas perkara terpisah karena diduga menggelembungkan nilai proyek terkait dengan simulator.

DS disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sehingga merugikan keuangan negara dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.

KPK menilai kerugian negara sementara adalah Rp100 miliar dari total anggaran Rp196,8 miliar.

KPK telah memperpanjang status tiga orang yaitu Budi Susanto, Didik Purnomo, dan Teddy Rusmawan, mulai 22 Januari 2013 yang berlaku sampai 6 bulan ke depan, terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi simulator SIM di Korlantas Polri.

Budi Susanto merupakan Dirut PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, perusahaan pemenang tender pengadaan simulator. Brigjen Pol. Didik Purnomo adalah mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas (Wakakorlantas) sekaligus pejabat pembuat komitmen untuk proyek senilai Rp196,8 miliar tersebut.

Teddy Rusmawan yang berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi adalah ketua panitia pengadaan proyek simulator kendaraan untuk pelayanan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan juga Ketua Primkoppol.

Komisi Pemberantasan Korupsi menerapkan pasal pencucian uang terhadap mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Irjen Pol Djoko Susilo yang juga tersangka dugaan korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat tahun anggaran 2011.

KPK menduga ada praktik pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi oleh Djoko Susilo terkait dengan simulator. (*)

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013