Palembang (ANTARA News) - Tiba di Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan di Kilometer Enam Palembang sekitar pukul 07.20 WIB, Jumat (8/3), sejumlah jurnalis televisi langsung menyambangi tiga ekor elang laut (haliaaeetus heucogaster) dalam sangkar.

Satwa yang termasuk dalam 294 jenis hewan dan tumbuhan yang dilindungi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tampak tak berdaya di dalam kerangkeng.

Bahkan seekor elang yang warnanya dominan abu-abu tampak lemas di dalam sangkar yang kekecilan.

Komandan Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumsel, Zaenal Bambang Irwanda sembari menyiapkan keberangkatan menuju lokasi pelepasliaran elang laut itu mengatakan kalau butuh waktu sekitar dua jam untuk tiba di lokasi suaka margasatwa.

Tampak di dalam sangkar disamping burung itu sejumlah ikan dengan ukuran satu jari berserakan.

Ikan-ikan itu merupakan makanan elang tersebut sejak berhasil diamankan pedagang di Pasar Burung 16 Ilir Palembang, Kamis (7/3), kata Asep anggota SPORC sembari menutupi sangkar burung yang diletakan di bagian belakang mobil patroli milik BKSDA itu.

Setelah siap dengan dipimpin komandan berangkatlah mobil yang membawa tiga ekor elang berwarna putih kekuning-kuningan dan abu-abu itu.

Berjalan melintasi pusat Kota Palembang dengan tujuan Hutan Suaka Margasatwa Padang Sugihan.

Sekitar dua jam menggunakan jalur darat, tibalah di Resort Padang Sugihan Pos Sibokor Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan.

"Kita istirahat sebentar di pos ya,untuk memastikan kondisi tiga elang itu siap dilepasliarkan," kata Zaenal.

Elang-elang itu, kemudian diberi minum dan bulu-bulunya dibasahi dengan air sungai yang tampaknya sama sekali bebas dari pencemaran.

Butuh sekitar 30 menit untuk memastikan elang laut itu siap dilepasliarkan.

Sebuah ketek atau perahu kayu telah menanti di pinggir Sungai Air Padang siap mengantarkan tiga elang dan petugas serta dua jurnalis menuju habitat aslinya.

Satu persatu sangkar elang dimasukan ke dalam perahu kayu itu.

Serang atau pengemudi "ketek" juga telah menghidupkan transportasi air itu.

Perlu waktu sekitar lima menit untuk persiapan mengarungi Sungai Air Padang yang merupakan salah satu anak Sungai Musi di pedalaman Sumatera Selatan itu.

"Ketek" berisi tiga ekor elang dan lima orang pengantar serta pengemudi berjalan bergoyang di atas air yang bergelombang karena melintasnya alat transportasi tradisional itu.

Riono anggota Resor Padang Sugihan BKSDA setempat mengatakan butuh waktu sekitar satu jam untuk mencari lokasi yang tepat melepasliarkan elang laut itu.

Sembari berkeliling mencari dataran yang menjadi tempat pengembalian elang itu ke habitat aslinya, seekor burung berwarna hitam dari atas berteriak-teriak.

"Itu, burung enggang yang memanggil-manggil elang ini," kata Riono.

Setelah cukup lama mengarungi sungai yang dikelilingi hutan kayu gelam itu.

"Ayo, kita menepi, itu ada lokasi yang cocok untuk melepas elang-elang ini," kata Zaenal mengajak rombongan berhenti.

Secara bergilir penumpang "ketek" turun dan tiga petugas BKSDA membawa sangkar burung itu.

Tiga elang dua jantan dan seekor betina itu secara bergilir dilepasliarkan.

Elang berwarna abu-abu yang tampak lemas dan enggan bergerak di dalam sangkar ternyata langsung melesat meninggalkan elang lainnya masuk ke hutan.

Petugas sampai susah memastikan arah terbangnya burung yang sebelumnya diperjualbelikan di Pasar Burung 16 Ilir itu.

Seekor lagi elang yang berwarna putih kekuning-kuningan membutuhkan waktu sekitar 30 menit beradaptasi dengan lokasi itu.

Kemudian dua ekor elang itu benar-benar telah menjauh dari rombongan pengantar.

Sementara seekor elang yang kelihatan sehat tampak tidak mau menjauh dari rombongan.

Petugas BKSDA menunggu sampai sekitar satu jam guna memastikan elang itu masuk hutan.

Namun, tampaknya elang itu belum bisa beradaptasi dengan lingkungan baru tersebut.

Elang terakhir yang berusia sekitar dua tahunan itu diperkirakan sudah lama dipelihara sehingga perlu proses untuk dikembalikan ke habitatnya.

Kemudian, Zaenal meminta anngotanya untuk membawa elang itu kembali ke Pos Resor Padang Sugihan.

"Kalau kita tinggalkan, sementara elang belum siap beradaptasi sama saja dengan membunuh satwa itu," katanya.

Diiringi rintik hujan yang mulai turun, kami beranjak menuju "ketek" di tepi sungai.

Si elang terakhir yang telah masuk dalam sangkar ikut kembali ke pos.

Baru saja berjalan perahu tradisional yang tidak memiliki kelengkapan keselamatan, seperti "life jacket" dan pelampung itu hujan deras.

Tiba di pos, elang itu dikeluarkan dan di ikat kakinya untuk di karantina sampai elang yang diberi nama "Azen" itu siap kembali ke habitatnya.

Amankah Binatang Di Suaka Margasatwa
Suaka Margasatwa Padang Sugihan Banyuasin, Sumatera Selatan merupakan hutan konservasi seluas 86.932 hektare.

Kayu gelam merupakan tumbuhan mayoritas yang hidup di kawasan hutan dikelilingi sungai itu.

Kepala Resor Suaka Margasatwa Padang Sugihan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumsel, TH Sihombing mengatakan pihaknya melakukan patroli secara rutin mengelilingi hutan itu.

Karena itu, mereka optimistis satwa yang dilepasliarkan di kawasan itu aman, katanya.

Dia menjelaskan, empat orang anggota resor berpatroli secara rutin.

Bukan hanya pengamankan satwa tetapi tumbuhan yang berkembang di hutan yang masih asli itu juga mereka jaga secara optimal.

Sementara bukan hanya elang yang dilepasliarkan di SM Padang Sugihan itu tetapi trenggiling dan ular piton juga telah dikembalikan kesana.

Zaenal menambahkan, tahun 2012 pihaknya beberapa kali melepasliarkan trenggiling dan ular piton.

Satwa itu, merupakan sitaan Polresta Palembang bekerja sama dengan BKSDA.

Selain, SM Padang Sugihan di Sumatera Selatan terdapat lima lokasi hutan lindung lainnya.

Kelima suaka margasatwa itu adalah Dangku, Bentayan, Gunung Raya, Isau Isau Pasmah dan Gumai Pasmah.

Satwa dilindungi lainnya yang hidup dilima Suaka Margasatwa tersebut, seperti harimau, macan dahan, tapir dan beruang.

(KR-NE/M009)

Pewarta: Nila Ertina
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013