Jakarta, (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkirakan kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus penyalahgunaan izin pengolahan hutan dan izin pemanfaatan kayu (IPK) dengan tersangka Gubernur Kalimantan Timur, Suwarna Abdul Fatah, sebesar Rp440 miliar. Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Tumpak Hatorangan Panggabean, di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Senin (19/6) mengatakan kerugian dihitung berdasarkan hasil tegakan kayu yang ditebang oleh sebelas perusahaan yang diberi izin. "Pelepasan kawasan hutan dan izin pemanfaatan kayu alasannya untuk membangun kebun, tetapi hanya alasan saja. Sebenarnya, maksudnya adalah memanfaatkan kayu di lahan seluas 147.000 hektare," kata Tumpak. Dari lahan seluas itu, dia menjelaskan, yang benar ditanami tiga persen, sedangkan selebihnya ditelantarkan saja dan hanya diambil kayunya. "Dalam kasus ini, bukan `illegal logging` yang dipermasalahkan, tetapi pemberian izin untuk kebun yang pada kenyataannya kebun itu sama sekali tidak dikerjakan oleh perusahaan yang diberi izin," jelas Tumpak. Ia mengatakan, Suwarna telah melanggar Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 538 Tahun 1999 tentang IPK dan PP No 6 Tahun 1999 tentang pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan. "Tersangka telah melakukan tindak pidana korupsi yang berhubungan dengan pelepasan hutan dan pemberian izin pemanfaatan kayu serta pemberian rekomendasi pemberian keringanan dan kesempatan sehingga tidak diperlukan bank garansi, yang semuanya dilakukan tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku," tutur Tumpak. Ia menambahkan, kemungkinan dalam kasus tersebut KPK akan menemukan keterlibatan orang lain. Namun, sampai saat ini, KPK belum menemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka lain. Suwarna dijerat pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Izin pengelolaan hutan dan IPK yang dikeluarkan oleh Suwarna diberikan kepada sebelas perusahaan yang tergabung dalam Surya Dumai Grup, yang dimiliki oleh Martias. IPK yang dikeluarkan itu, menurut Tumpak, juga sudah melebihi dan menyalahi kewenangan Suwarna sebagai Gubernur Kalimantan Timur. Tumpak mengatakan, pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit itu, menurut Suwarna, termasuk dalam program pembukaan lahan satu juta hektare yang dicanangkan pada 1998. Namun, Tumpak menjelaskan, menurut DPRD Kalimantan Timur, program tersebut sama sekali tidak pernah ada dan tidak tercantum dalam rencana kerja dan anggaran daerah Kalimantan Timur. Suwarna ditahan di Rutan Mabes Polri seusai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka selama 14 jam di Gedung KPK, Jalan Veteran. Usai diperiksa, Suwarna sama sekali tidak mau menanggapi pertanyaan wartawan.(*)

Copyright © ANTARA 2006