Pertanyaannya banyak, tapi tentu kalau saya jawab semua bisa sampai dua jaumm,
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum membabarkan pertanyaan yang diajukan penyidik kepada dirinya saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan simulator di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri tahun anggaran 2011.

"Pertanyaannya banyak, tapi tentu kalau saya jawab semua bisa sampai dua jam," kata Anas seusai diperiksa KPK sekitar lima jam di Jakarta, Jumat.

Anas mengaku ditanya mengenai tugasnya saat menjabat sebagai anggota DPR.

"Saya ditanya misalnya tugas saya sebagai anggota Komisi X, sebagai ketua fraksi apakah saya mengenal Saan Mustopa, Benny K Harman, Nazaruddin dan Sutjipto, saya bukan saja kenal tapi juga berinteraksi," jelas Anas.

Saan Mustopa adalah Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat yang juga disebut-sebut menghadiri pertemuan pembahasan uang jasa pengurusan anggaran kepolisian pada 2010.

Benny K Harman adalah mantan Ketua Komisi III DPR, Nazaruddin adalah mantan Bendahara Partai Demokrat sedangkan Sutjipto adalah politisi Demokrat yang telah meninggal dunia pada 20 September 2011.

"Saya juga ditanya apakah kenal Djoko Susilo atau Teddy Rusmawan? Saya jawab saya tahu Djoko Suyanto, Joko Pujiyanto, Joko Widodo," ungkap Anas dengan bergurau.

"Ditanya juga apa saya pernah bertemu Djoko di restoran King Crab dan Nippon, saya jawab tidak pernah bertemu, apa pernah ikut pembahasan anggaran Polri? Tidak pernah," tambah Anas.

Pertanyaan lain adalah mengenai komunikasi dirinya dengan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

"Apa pernah berkomunikasi dengan Menkeu Sri Mulyani untuk membahas penerimaan negara bukan pajak? Saya jawab tidak pernah berkomunikasi, mengontak, berbicara tentang itu, intinya saya datang untuk memberikan keterangan yang saya tahu, hal yang tidak saya tahu apalagi simulator SIM saya jawab tidak tahu," tambah Anas.

Ia sendiri mengaku hingga saat ini tidak tahu mengapa ia dipanggil KPK sebagai saksi simulator.

"Saya sendiri sampai sekarang tidak punya jawaban mengapa saya jadi saksi simulator SIM, saya masih bingung relevansinya tapi saya bersedia hadir memberikan penjelasan apa yang saya tahu meski saya tidak tahu kejadiannya," ungkap Anas.

Namun Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan bahwa KPK memeriksa Anas karena posisinya sebagai anggota DPR.

"Posisinya saat ini Anas adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat, tapi pemeriksaan saya kira dia sebagai anggota DPR," kata Johan.

Berdasarkan pemberitaan Majalah Tempo disebutkan bahwa Anas hadir dalam pertemuan pembahasan uang jasa pengurusan anggaran kepolisian pada 2010 yang juga dihadiri Ketua Pengadaan Simulator Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan, mantan bendahara Partai Demokrat M. Nazaruddin, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Saan Mustopa dan Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, Budi Susanto di satu restoran di Jakarta.

Dalam kasus simulator, KPK sudah menetapkan empat tersangka yaitu mantan Kepala Korlantas Polri Irjen Pol Djoko Susilo, mantan Wakorlatas Brigjen Pol Didik Purnomo, direktur utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) selaku perusahaan pemenang tender pengadaan simulator Budi Susanto dan Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) yang menjadi perusahaan subkontraktor dari PT CMMA Sukotjo S. Bambang.

Djoko disangkakan pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sehingga merugikan keuangan negara dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.

Jenderal bintang dua itu juga disangkakan melakukan pencucian uang berdasarkan pasal 3 dan atau 4 Undang-undang No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pasal 3 ayat 1 dan atau pasal 6 ayat 1 UU 15 tahun 2002 tentang TPPU dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Anas juga tersangkut perkara lain di KPK yaitu menerima hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah di Hambalang dan proyek-proyek lain.

Anas disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4--20 tahun dan pidana denda Rp200 juta--Rp1 miliar.
(D017/R007)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013