Denpasar (ANTARA News) - Masyarakat pedesaan di Bali jauh sebelumnya telah menyiapkan ternak piaraan babi untuk dipotong pada hari penampahan Galungan, sehari menjelang Hari Suci Galungan, hari kemenangan Dharma (kebaikan) atas Adharma (keburukan).

Umat Hindu di Pulau Dewata pada hari Penampahan Galungan yang jauh pada Selasa (26/3) melakukan pemotongan ribuan ekor babi secara massal untuk melengkapi kegiatan ritual serta diolah menjadi aneka jenis menu makanan khas Bali.

Bali memiliki persediaan babi siap potong lebih dari 200.000 ekor dengan berat lebih dari 100 kg/per ekor, padahal kebutuhan Galungan hanya diperkirakan sekitar 50.000 ekor dari asumsi 900.000 kepala keluarga umat Hindu yang mengkonsumsi daging babi, tutur Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi Bali Putu Sumantra.

Demikian pula kebutuhan ayam sekitar 200 ribu ekor, dua kali lipat dari keperluan hari-hari biasa semuanya disediakan oleh para peternak ayam di tingkat lokal Bali.

Pemotongan babi dilakukan secara patungan, satu ekor dengan berat lebih dari 100 kilogram dibagi 10-12 kepala keluarga (KK). Bahkan masyarakat yang mampu dalam bidang ekonomi memotong seekor babi, sebagian dagingnya diberikan kepada keluarga dekat.

Masyarakat Banjar Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan sekitar 27 km barat laut Denpasar, misalnya melakukan pemotongan babi secara bersama-sama itu pada pagi buta sehingga menjelang matahari terbit pemotongan itu sudah selesai.

Dalam pemotongan babi secara patungan itu masing-masing kepala keluarga memperoleh bagian yang sama rata-rata enam sampai tujuh kilogram daging babi, untuk selanjutnya bersama anggota keluarga diolah dalam berbagai menu makanan khas Bali.

Sementara masyarakat perkotaan tidak melakukan pemotongan babi sendiri namun membeli di pasar-pasar tradisional dalam kondisi bersih yang siap diolah menjadi aneka jenis menu.

Masing-masing keluarga pada hari penampahan Galungan mengolah daging babi menjadi "lawar", "urutan" dan "be balung", yakni daging dipadukan dengan ares (batang pohon pisang),

Sementara sebagian lainnya diolah menjadi "be urutan" yang dikeringkan di bawah terik matahari sehingga tahan hingga Hari Raya Kuningan, rangkaian hari raya Galungan yang jatuh sepuluh hari berikutnya.

Pan Santi (56), salah seorang warga Banjar Ole mejelaskan, masing-masing masyarakat mempunyai selera tersendiri dalam mengolah daging babi tersebut.

Masyarakat memiliki kemampuan dan keterampilan dalam mengolah menu makanan tersebut, sehingga tidak mengherankan dalam memasak untuk orang banyak warga desa adat dalam meracik menu lawar, terlebih dulu dicicipi oleh beberapa orang.

Oleh I Ketut Sutika
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013