"Jika dari kegiatan kumpul kebo melahirkan anak, maka bagaimana status hukum dari anak tersebut?"
Medan (ANTARA News) -  Pasangan warga yang selama ini melakukan praktik kumpul kebo atau hidup serumah tanpa nikah harus menghormati hukum yang berlaku di negeri ini, kata Ketua Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara (MUI Sumut), Prof DR H. Abdullah Syah MA.

"Ketentuan hukum tersebut agar tetap dipatuhi dan jangan lagi dilanggar, karena ini tujuannya tidak lain untuk menyadarkan masyarakat menghindari perbuatan yang tercela dan sangat memalukan itu," katanya di Medan, Minggu.

Perbuatan kumpul kebo menurut dia, bukan hanya dilarang oleh Undang-Undang (UU), melainkan juga ketentuan dalam ajaran agama Islam.

Oleh karena itu, katanya, pelaku yang terbukti melaksanakan kumpul kebo tersebut harus diberikan sanksi hukum yang tegas, sehingga dapat membuat efek jera dan tidak mengulangi lagi perbuatan melanggar hukum.

"Perbuatan kumpul kebo itu juga meresahkan masyarakat, dan harus dilarang, serta tidak dibenarkan tinggal di suatu daerah," ujarnya.

Abdullah Syah mengatakan, pihaknya juga sependapat dan mendukung bahwa kumpul kebo masuk dalam Rancangan Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mempidanakan para pelakunya.

Selama ini, jelasnya, perbuatan kumpul kebo tidak diatur dalam Ketentuan UU tersebut, atau lain dengan zina yang masuk dalam peraturan KUHP.

Dengan adanya sanksi hukum yang berat bagi pelaku kumpul kebo itu, ia menilai, maka diharapkan tidak akan ada lagi masyarakat yang mau hidup serumah tanpa menikah, dan diatur dalam UU Perkawinan.

"Perbuatan kumpul kebo itu adalah merugikan masyarakat. Jika dari kegiatan kumpul kebo melahirkan anak, maka bagaimana status hukum dari anak tersebut? Karena kedua orang tuanya tidak menikah dan diatur dalam UU Perkawinan," kata Guru Besar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara itu.

Ia mengatakan, pemerintah maupun masyarakat diharapkan juga ikut bertanggung jawab untuk menyadarkan para pelaku yang sering kumpul kebo, ini adalah pergaulan bebas yang dilarang, praktik seksual yang menyimpang, perbuatan zina yang bertentangan dalam ajaran agama yang menghargai nilai berumah tangga dan lembaga perkawinan.

"Kalau kedua pasangan sudah memang benar-benar saling mencintai, maka tidak perlu kumpul kebo, dan langsung saja menikah sesuai dengan ketentuan UU Perkawinan," katanya.

Dalam ketentuan Pasal 485 Rancangan KUHP termaktub "Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana penjara paling lama 1 tahun atau denda Rp 30 juta."

Hukuman ini bersifat alternatif, yaitu hakim dapat memilih apakah dipidana atau didenda.

Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013