Jakarta (ANTARA News) - Berniat mengenalkan kekasihnya kepada orang tuanya, Anggiat Simbolon (Rio Dewanto) justru mendapati kenyataan mereka tidak bisa bersatu.

Clarissa Saragi (Anna Sinaga) menyusul Anggiat yang sedang pulang ke rumah orang tuanya di daerah Tapanuli Tengah. Mereka berencana menikah dalam waktu dekat.

Ibunda Anggiat gundah mendapati tambatan hati sang anak yang ternyata menyandang nama Saragi. Saat pertemuan keluarga membahas masalah ini, Anggiat berkeras memperjuangkan nasibnya dengan Clarissa meski hubungan mereka tergolong dalam Parna, peraturan adat yang tidak memperbolehkan marga tertentu menikah karena masih tergolong keluarga dekat.

Anggiat tidak gentar meski harus menghadapi konsekuensi terburuk, dikeluarkan dari adat. Sang ibu menyarankan agar putranya yang bekerja sebagai pengacara di Jakarta itu mendekati pariban-nya, Taruli Sinaga yang biasa dipanggil Uli (Titi Rajo Bintang).

Anggiat pun menghadapi kenyataan ia harus memilih antara hukum adat yang berlaku atau memperjuangkan hubungannya dengan Clarissa.

"Secara agama tidak salah. Tapi lebih baik mematuhi adat karena bagian dari agama," kata Bapa Uda (Tio Pakusadewo) yang telah berkonsultasi dengan pendeta kepada Anggiat.

"Karena cinta aku akan menikah dengan pacarku. Bukan karena orang tua, aturan adat," saran Uli, yang pernah mengenyam pendidikan di Prancis.


Air Terjun

Air terjun Mursala terletak di Pulau Mursala, Tapanuli Tengah. Mursala pula yang menjadi latar percakapan antara Uli dengan Clarissa.

Kepada Clarissa, Uli menceritakan legenda masyarakat setempat tentang air terjun Mursala. Seorang putri yang kecantikannya tersohor menolak pinangan seorang raja dan menceburkan dirinya ke laut. Konon, air terjun itu adalah air mata para pengikut sang putri yang sedih akan kepergiannya.

Menyandang nama Mursala, film ini mengangkat keindahan yang ada di sekitar air terjun itu. Sutradara Viva Westi  memperlihatkan keindahan bawah laut daerah itu melalui tokoh Uli yang bekerja sebagai konservator terumbu karang sebuah organisasi nirlaba.

Sayangnya penonton kurang dapat melihat kaitan antara judul "Mursala" dengan inti cerita seputar masalah Parna. Mursala di film ini selain sebagai daerah bekerja Uli, hanya sekedar menjadi tempat jalan-jalan Clarissa yang datang dari Jakarta.

Film ini pun terlalu banyak memotret konflik para tokohnya. Selain konflik utama hubungan Anggiat dengan Clarissa, konflik ini juga menonjolkan bagaimana Anggiat yang rela menunda kepulangannya ke Jakarta demi membantu paribannya. Hanya saja, cerita antara Anggiat dan Uli tidak diketahui penyelesaiannya.

Penonton pun harus menebak akhir hubungan antara Anggiat-Clarissa. Clarissa seolah-olah menghilang dari kehidupan Anggiat setelah masalah Parna mencuat.


Adat, Logat Batak

Perselisihan tokoh Anggiat dan anggota keluarganya mengenai Parna menunjukkan orang-orang suku Batak masih memegang teguh adatnya.

"Adat itu bukti tidak tertulis. Tetapi, hingga kini orang Batak masih mengaminkannya," kata Bupati Tapanuli Tengah Bonaran Situmeang yang turut hadir dalam jumpa media.

Sampai sekarang, lanjutnya, orang Batak masih menitiskan nama-nama yang termasuk ke dalam kelompok Parna, seperti marga Simbolon dan Saragi yang tidak bisa menikah.

Mengambil tempat sebagian besar di Tapanuli Tengah, seluruh tokoh dalam film ini pun menggunakan bahasa Batak. Bila pun tidak, mereka menggunakan bahasa Indonesia dengan aksen Batak yang kental, seperti pelafalan "e" taling.

Bagi Rio Dewanto yang menghabiskan tiga tahun masa kecilnya di Medan, bahasa Batak tidak terdengar asing baginya.

"Saya belajar lagi pas main film ini. Om Tio (Pakusadewo) juga banyak bantu," cerita Rio usai pemutaran "Mursala" di Senayan, Jakarta.

Lain halnya dengan Titi, kemampuannya berbahasa Minang membuatnya tidak kesulitan mempelajari bahasa batak.

"Saya memang senang belajar bahasa," kata Titi.

Mursala akan tayang di bioskop mulai tanggal 18 April 2013. (*)

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013