Balikpapan (ANTARA News) - Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Balikpapan Faisal Tola menyebutkan pihaknya masih belum puas dengan revisi SK Wali Kota mengenai pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM), baik solar maupun premium.

Karena itu ancaman ALFI untuk menutup jalan-jalan utama Kota Balikpapan dengan 500 truk besar meski Surat Keputusan Wali Kota Balikpapan yang membatasi pembelian BBM solar maksimal 77 liter dan premium 30 liter sudah direvisi dengan solar maksimal 100 liter.

"Kami baru bisa terima bila pembatasan pembelian BBM ada pada 130 liter per hari," sambung Tola. Angka 130 liter solar per hari merupakan kebutuhan minimal truk beroda 6 untuk bekerja sebanyak 2 rit.

Anggota ALFI kebanyakan mengangkut barang dari Pelabuhan Petikemas Kariangau menuju kota. Sebagian lagi melayani angkutan barang hingga ke pelosok Kalimantan Timur.

Namun demikian, untuk sementara ALFI menunda ancaman demonstrasi ke Balaikota dan menutup jalan-jalan kota tersebut. Hal tersebut sebagai apresiasi kepada Pemkot Balikpapan yang sudah merevisi jumlah BBM yang bisa dibeli.

"Kami ditelpon Asisten I Sekkot M Arpan yang mengabari soal revisi itu," kata Faisal Tola.

Selain jumlah, pembatasan juga berlaku untuk waktu dan tempat. Saat ini solar untuk truk beroda 6 dan seterusnya hanya bisa dibeli mulai pukul 23.00 di SPBU-SPBU tertentu di dalam kota.

Revisi SK tersebut memberi dispensasi untuk menjual tanpa batas waktu bagi SPBU di Km 14 Soekarno-Hatta.

SK Wali Kota Balikpapan yang membatasi jumlah pembelian, jam penjualan, dan tempat penjualan BBM bersubsidi dilatarbelakangi antrean truk-truk besar mulai dari depan SPBU yang memacetkan jalan-jalan kota Balikpapan.

Bila pembatasan pembelian untuk menghemat BBM bersubsidi dan pemerataan, pembatasan jam penjualan untuk kenyamanan para pemakai jalan yang lain.

"Masa separo jalan mereka sendiri yang pakai," gerutu Agus, warga Km 5 Jalan Soekarno-Hatta.

Sebab separo jalan dipakai antre itu juga, lalu lintas di dekat SPBU yang menjual solar bersubsidi biasanya macet. Antrean juga mengganggu toko dan warung yang buka di sepanjang antrean itu. Antrean menutup akses pembeli ke warung atau toko mereka.

Sebab itu juga, para pemilik toko atau warung kerap memasang tanda pembatas atau larangan parkir untuk antre bagi truk-truk tersebut, yang membuat jalanan bertambah macet karena antrean malah lebih bergeser ke tengah jalan.

"Sampai krisis BBM ini berakhir, baru akan selesai juga urusan ini," sambung Agus lagi. (*)

Pewarta: Novi Abdi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013