Surabaya (ANTARA News) -  Ekspor produk hortikultura Indonesia hingga 2012 relatif sangat lemah karena kurang lebih 98 persen berasal dari impor, ungkap suatu pusat pengkajian di Institut Teknologi Surabaya (ITS).

"Total jumlah impor produk hortikultura Indonesia mencapai angka 2,5 miliar dolar AS, sedangkan ekspor hanya 50 juta dolar AS. Jadi, total jumlah ekspor Indonesia tak lebih dari dua persen dari jumlah impor yang mencapai 98 persen lebih," kata Ketua Pusat Kerja Sama dan Promosi LPPM ITS Dr. Saut Gurning, S.T., M.Sc. di Surabaya, Sabtu.

Ia mengemukakan hal itu dalam diskusi pakar LPPM ITS tentang rantai pasokan produk hortikultura yang dihadiri perwakilan dari Gabungan Pengusaha Expor Indonesia (GPEI), Asosiasi Logistic and Forwarder Indonesia (ALFI), Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) dan Balai Karantina Ikan Jawa Timur.

Total impor itu meliputi empat jenis komoditas, yakni buah, sayur, makanan olahan, dan daging. Lima barang yang diimpor paling banyak adalah bawang putih, kentang, bawang merah, bawang bombay, cabai, sedangkan untuk makan olahan, yang paling banyak diimpor adalah susu, ikan, keju, telur, dan cokelat.

"Kalau rantai pasokan produk hortikultura seperti itu tidak diubah, kita terancam menjadi penonton dalam perdagangan bebas pada tahun 2015," kata Ketua GINSI Jawa Timur, Bambang Sukadi.

Hal itu juga dibenarkan perwakilan ALFI, Hengky. Ia menyebut produksi susu dalam negeri juga masih impor "dry milk" sebanyak 600 ton per hari dari New Zealand.

"Saat ini, hanya terdapat 52 koperasi susu dan jumlah sapi tak lebih dari 161 ribu ekor. Produksi susu sebesar itu memang tidak cukup, bahkan susu produksi kita ada yang juga dibatasi karena tidak memenuhi standar," katanya.

Pewarta: Edy M. Ya`kub
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013