Moskow (ANTARA News) - Kakek neneknya dideportasi oleh polisi rahasia Stalin dalam kampanye pengusiran massal warga etnis Chechen pada Perang Dunia II.

Orangtuanya pindah ke Amerika Serikat dari Dagestan demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kemudian mereka menjadi penganut Islam radikal.

Sejarah keluarga para tersangka pelaku Bom Maraton Boston telah menunjukkan bagaimana gonjang ganjing di kawasan Kaukasia telah bergema jauh di luar wilayah Rusia itu sendiri.

Dzhokhar Tsarnaev (19) dan abangnya Tamerlan (26) telah tinggal di Amerika Serikat selama satu dekade namun asal usulnya telah memicu kedua anak muda ini menjadi tersangka pembunuh.

Asal etnisnya adalah di daerah Kaukasus Rusia bernama Chechnya, namun ayah mereka yang bernama Anzor lahir di republik pecahan Uni Soviet, Kyrgyzstan, di mana Tamerlan dan Dzhokhar menghabiskan sebagian besar masa kecilnya.

Orangtua Anzor dideportasi ke Kyrgyzstan di bawah kampanye pengusiran massal ratusan ribu warga Chechen dari tanah airnya di Kaukasus pada 1944 setelah Soviet menuduh seluruh rakyat Chechen berkolaborasi dengan Nazi Jerman.

Melalui satu operasi kilat, seluruh warga Chechen digiring ke kereta-kereta dan dipindahkan sampai ribuan kilometer ke Asia Tengah, kebanyakan ke Kazakhstan, namun sebagian lagi seperti orangtua Anzor Tsarnaev, diusir ke Kyrgyzstan.

Puluhan ribu meninggal dunia di jalan karena kondisi dingin. Warga Chechen baru dibolehkan pulang ke kampung halamannya pada akhir 1950-an setelah Stalin mati.

Setelah runtuhnya Uni Soviet, Anzor meninggalkan Kyrgyzstan bersama keluarganya untuk kembali ke Kaukasus, kata seorang petugas keamanan negara Kyrgyzstan GKNB kepada AFP di Bishkek.

Namun karena pecah perang pertama antara separatis Chechen melawan pemerintah Rusia, keluarga ini meninggalkan Kaukasus untuk kembali ke Kyrgyzstan pada 1995, tinggal di kota Tokmok di mana Tamerlan menjadi murid sekolah pada 1998, kata petugas Kyrgyz tadi.

Menurut sumber-sumber di Kyrgyz, Dzhokhar lahir doi Kyrgyzstan dan memegang kewarganegaraan Kyrgyzstan, sedangkan Tamerlan lahir di Kalmykia, Rusia selatan, dan berkewarganegaraan Rusia. 

Putra termudanya ini dinamai dari nama pemimpin pemberontak Chechen yang dibunuh roket Rusia pada 1996, Dzhokhar Dudayev.

Menurut pemerintah Kyrgyzstan, pada 2001 keluarga ini kembali ke Dagestan, yang menjadi kampung halaman adik dari ibu mereka, Zubeidat.

Ahli bedah asal Chechen yang juga pakar diaspora terkenal di AS, Khassan Baiev, yang mengaku mengenal keluarga ini, berkata kepada mingguan New Times dari AS bahwa mereka terpaksa pindah ke Dagestan karena ketegangan etnis di Kyrgyzstan.

Dagestan adalah salah satu wilayah paling miskin di Rusia karena tingginya pengangguran dan perlawanan kaum Islam radikal yang menyebar dari Chechnya.

Keluarga Tsarnaev tidak tinggal lama di Dagestan karena pada 2002 pindah ke AS di mana mereka mengajukan status pengungsi dan menetap di sana.

"Dagestan kini menjadi titik api paling akut di Rusia," kata Grigory Shvedov, kepala editor koran specialis Internet Caucasian Knot (www.caucasianknot.info) kepada AFP.

"Perkembangan terorisme dan perselisihan paham ini terjadi karena tingginya tingkat kereligiusan, tingginya tingkat korupsi dan rendahnya tingkat pengawasan pemerintah pusat. Semua faktor ini tumbuh di era pasca-Soviet."

Pada tahun-tahun belakangan Tamerlan kerap memposting video-video militan di YouTube atas namanya, dan berkunjung ke Dagestan dan Chechnya selama enam bulan pada 2012.

Pada tahun-tahun setelah Perang Chenchnya kedua pasca-Soviet, kelompok perlawanan anti-Kremlin mulai menguatkan akar radikalisme Islam mereka, bukan lagi separatisme.

Belum jelas benar apakah Tamerlan mempunyai kaitan dengan pemberontak radikal Islam Chechen yang memimpikan satu emirat di Kaukasus Utara yang didasarkan hukum Islam.

Kelompok pemberontak Vilayat Dagestan yang adalah cabang dari Emirat Kaukasus pimpinan tokoh militan Doku Umarov sendiri, menolak mempunyai kaitan dengan pemboman Boston.

Menurut Shvedov, ketertarikan kepada militansi bisa saja didorong kenangan-kenangan orangtuanya pada Perang Chechen, kenangan sanak keluarga Chechen saat dideportasi Stalin, selain juga isu-isu seperti Suriah dan Perang Irak.

Namun elemen paling besar pengaruhnya adalah propoganda yang didasari kritik atas dominasi AS dan anggapan ada upaya-upaya menghancurkan Islam, kata Shvedov seperti dikutip AFP.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013