Seoul (ANTARA News) - Korea Selatan pada Kamis menawarkan pembicaraan kepada Korea Utara terkait penghentian operasi kawasan industri bersama Kaesong serta mengisyaratkan menarik seluruh warganya dari wilayah tersebut bila Pyongyang menolak.

Korsel menyatakan menawarkan pembicaraan berkaitan dengan kebuntuan soal Kaesong, simbol langka kerja sama kedua Korea tersebut, yang menjadi korban utama peningkatan ketegangan di semenanjung tersebut.

Meski demikian penawaran tersebut datang dengan ultimatum yang tegas tanpa "ukuran signifikan" apabila Pyongyang menolak penawaran tersebut dalam batas waktu 24 jam.

"Tidak ada perubahan dalam sikap kami untuk mendukung kestabilan operasi dan peningkatan Kaesong," kata juru bicara Kementerian Unifikasi Korsel Kim Hyung-Seok.

"Namun kami tidak bisa membiarkan situasi ini berlanjut begitu saja," ujarnya sembari menambahkan, "Apabila Korut menolak proposal kami... tidak ada pilihan lain selain sebuah tindakan signifikan."

Kim tidak menjelaskan lebih lanjut, namun ultimatum tersebut mengindikasikan Korsel mempertimbangkan akan menarik diri secara total dari kawasan Kaesong, yang normalnya mempekerjakan 53.000 pekerja di 123 perusahaan Korsel.

Pembicaraan yang ditawarkan Seoul akan berlangsung di tataran pimpinan komite manajemen yang mengoperasikan Kaesong baik perwakilan dari Korut maupun Korsel.

Penawaran tersebut datang sehari setelah Korsel mengumumkan kebijakan pan-pemerintah untuk membantu permasalahan likuiditas beberapa perusahaan di Kaesong yang diakibatkan hilangnya produksi dan pembatalan pesanan.

Didirikan pada 2004 di 10 kilometer di dalam wilayah Korut, Kaesong merupakan salah satu sumber penghasilan utama bagi Korut yang miskin, melalui pajak dan penerimaan serta potongan dari upah pekerja.

Proyek tersebut lahir melalui "Kebijakan Sinar Matahari" antara kedua Korea yang dinisiasi medio 1990-an oleh mendiang Presiden Korsel Kim Dae-Jung dalam sebuah pertemuan bersejarah dengan pemimpin Korut Kim Jong-Il pada 2000.

Kawasan tersebut beroperasi sebagai sebuah zona pembangunan ekonomi kolaboratif dengan memberi tempat bagi perusahan-perusahaan Korsel untuk mendapatkan ketersediaan pekerja murah, terdidik dan berketerampilan.

Pada 2012 tercatat pendapatan sebesar 496,5 juta dolar AS (Rp4,8 triliun), yang merupakan peningkatan fantastis semenjak pendapatan pertama mereka di 2004 hanya 1,98 juta dolar AS (Rp19,2 miliar) saja.

Peningkatan ketegangan di Semenanjung Korea edisi kali ini telah ditandai lewat beberapa adegan provoaksi --dimulai dengan percobaan nuklir Korut pada Februari-- saat Pyongyang akhirnya memutuskan untuk melarang akses seluruh warga Korsel ke Kaesong, demikian AFP.
(G006)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013