Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan menegaskan pihaknya mengharapkan ada rekomendasi dari DPR agar bisa melakukan audit investigatif atas kontrak karya kepemilikan gedung Wisma ANTARA di Jl Merdeka Selatan Jakarta Pusat . Anggota BPK, Baharudin Aritonang di Jakarta, Minggu, mengungkapkan pihaknya siap melakukan investigasi atas kemungkinan hilangnya pendapatan bagi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, namun harus ada permintaan dari DPR sebagai pemangku kepentingan atau stake holder dari BPK. "Mesti ada rekomendasi dari DPR karena kalau tidak, kita tidak bisa (masuk-red). Selama ini hanya dilakukan general audit sebagai bagian dari keuangan pemerintah pusat," katanya. Dia mengatakan jika DPR telah membentuk panitia kerja (panja) atas kasus tersebut, maka mestinya salah satu keputusan dari panja Wisma ANTARA itu adalah meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan yang lebih dalam melalui audit investigatif. Menurut Aritonang , karena belum ada permintaan dari DPR tersebut, maka kasus Wisma ANTARA belum menjadi prioritas dari BPK. "Lain seperti Freeport. Freeport sudah diminta oleh DPR," katanya. Belum optimal Berdasarkan laporan general audit BPK diketahui bahwa keberadaan Gedung Wisma ANTARA belum memberikan manfaat secara optimal kepada LKBN ANTARA sesuai dengan tujuan pembangunannya. Selama lebih dari 25 tahun sejak penandatanganan kontrak kerja sama pengelolaan gedung, PT. Antar Kencana Utama (AKU) yang bertindak sebagai kuasa atau atas nama LKBN ANTARA belum pernah mendapatkan pembagian keuntungan berupa dividen dari PT Anpa International, meskipun ternyata PT. AKU memegang 20 persen saham kepemilikan atas Wisma ANTARA. Berdasarkan keterangan Direktur Utama PT Anpa Internasional , pembagian dividen sampai dengan saat ini belum dapat diberikan disebaban PT Anpa International masih terus merugi dan harus mengalokasikan dananya untuk membayar utang akibat pembangunan Gedung Wisma ANTARA. Padahal, harga sewa di wisma tersebut adalah dengan dolar AS dan tingkat hunian yang mencapai lebih dari 60 persen. Pada tahun 2003, PT ANPA Internasional memperpanjang hak guna bangunan Wisma ANTARA hingga 2030. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum antara Komisi I dengan pimpinan LKBN ANTARA, TVRI dan RRI pada Selasa (27/6) yang dimpimpin Wakil Ketua Komisi I DPR Tosari Widjaja, persoalan sengketa Wisma ANTARA menjadi topik pembicaraan karena gedung yang menjadi aset negara itu kini dikuasai pihak swasta yang proses pengalihan pemilikannya tidak jelas. Rapat Komisi I menyimpulkan akan dibentuk panitia kerja (panja) untuk menyelesaikan secara tuntas sengketa kepemilikan gedung berlantai 20 tersebut dan mengembalikan aset negara tersebut kepada LKBN ANTARA. Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah menegaskan bahwa masalah Wisma ANTARA lebih rumit dibandingkan dengan kasus Hotel Hilton. (*)

Copyright © ANTARA 2006