Parpol Islam belum bisa melihat negara sebagai mekanisme dan sistem besar yang ada prosesnya.
Jakarta (ANTARA News) - Pakar politik Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Ahmad Norma, mengatakan setidaknya ada tiga hal yang membuat perolehan suara partai politik (parpol) berbasiskan Islam dalam pemilihan umum.

"Yaitu sistem pengkaderan tidak berjalan, kebijakan publik yang diambil parpol tersebut salah, dan tidak adanya figur atau tokoh Islam dalam partai tersebut," kata Ahmad Norma kepada ANTARA, di Jakarta, Selasa.

Ahmad mengatakan dinamika pengkaderan parpol Islam masih lemah karena cenderung saling bajak kader organisasi masyarakat (ormas) atau partai lain yang sudah jadi.

Selain itu menurut dia, PKB dan PAN tidak bisa menjalin hubungan baik dengan Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah padahal sebenarnya memiliki dukungan dari organisasi tersebut.

"PKB punya dukungan dari NU, PAN dari Muhammadiyah, namun mereka tidak bisa menjalin hubungan baik. Coba tanya NU dan Muhammadiyah, diuntungkan atau tidak dengan partai politik tersebut, pasti mereka jawabnya tidak karena dieksploitasi tanpa timbal balik," ujarnya.

Menurut dia, parpol berbasiskan Islam harus memiliki kapasitas untuk membuat kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat atau "policy capacity".

Ahmad menegaskan perjuangan parpol Islam masih simbolik dengan mengangkat simbol Islam padahal yang terpenting adalah meningkatkan kesejahteraan publik.

"Parpol Islam belum bisa melihat negara sebagai mekanisme dan sistem besar yang ada prosesnya. Misalnya pengentasan kemiskinan tidak harus melalui memberi orang uang, tapi lewat peningkatan taraf ekonomi dengan memberi pekerjaan dan membangun infrastruktur jalan," katanya.

Ahmad juga menilai tokoh-tokoh parpol berbasiskan Islam sudah mulai berkurang, padahal seharusnya bisa membantu dalam sosialisasi partai. Alih-alih kini banyak parpol Islam yang menjadikan artis sebagai penjaring suara.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013