"Saat saya menjadi gubernur BI, ada begitu banyak QR dalam pembayaran jadi tidak efisien, tapi sejak 17 Agustus 2019, Indonesia hanya memiliki satu QR untuk pembayaran dengan standar Europay, Mastercard and Visa (EMV)," kata Perry Warjiyo dalam kuliah umum berjudul "Synergy and Innovation for Indonesian Economic Resilience and Revival" di Beijing, China pada Senin.
QRIS adalah penyatuan berbagai macam QR dari beragam Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) dengan menggunakan QR code. Fungsi QRIS adalah untuk memudahkan proses transaksi dengan QR code agar lebih cepat dan terjaga keamanannya. Semua PJSP yang akan menggunakan QR code, pembayarannya wajib menerapkan QRIS.
"Kenapa memilih Europay, Mastercard and Visa? Karena kebanyakan negara juga menggunakan standar yang sama tapi mereka modifikasi jadi QR negara mereka sendiri," lanjut Perry.
Saat ini, dengan QRIS, seluruh aplikasi pembayaran dari pihak penyelenggara manapun baik bank maupun nonbank yang digunakan masyarakat, dapat digunakan di seluruh toko, pedagang, warung, parkir, tiket wisata, donasi (merchant) berlogo QRIS, meskipun penyedia QRIS di merchant berbeda dengan penyedia aplikasi yang digunakan masyarakat.
Selain itu, menurut Perry, saat ini QRIS Indonesia juga sudah dapat digunakan di Malaysia dan Thailand.
"Juga akhir tahun ini bisa digunakan di Singapura. Jadi kalau kalian datang ke Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, bisa untuk membayar di toko manapun yang menerima QRIS, begitu juga kalau ke Malaysia tidak perlu bawa uang kontan bisa bayar pakai QRIS sudah terhubung. Segera juga Vietnam akan terkoneksi juga, ke manapun pergi hanya akan menggunakan QR karena masing-masing bank sentral di negara-negara tersebut sudah saling bekerja sama," ungkap Perry.
Kerja sama sudah dilakukan antara Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS), dan Bank of Thailand (BOT). Terbaru, State Bank of Vietnam (SBV) sepakat untuk bergabung dalam kerja sama konektivitas pembayaran di kawasan ASEAN.
"Kami dalam progres untuk bekerja sama dengan India karena India salah satu negara asal turis asing ke Indonesia, lalu Jepang juga sudah menghubungi untuk membangun QR yang terkoneksi, jadi ini sudah 'cross border payment' di ASEAN tapi semua masih menggunakan pakai mata uang masing-masing negara," jelas Perry.
Baca juga: Presiden Jokowi dukung koneksi pembayaran di ASEAN diperluas ke global
Alasan penggunaan mata uang masing-masing negara, menurut Perry, karena negara ASEAN ingin melindungi diri dari dampak ketidakpastian mata uang global.
"Negara berkembang harus dapat membela kepentingannya sendiri dengan lebih punya daya tahan, inovatif dan juga saling berkolaborasi," ucapnya.
Hingga Agustus 2023, nominal transaksi QRIS tercatat tumbuh sebesar 89,64 persen (yoy) sehingga mencapai Rp18,33 triliun, dengan jumlah pengguna 40,05 juta dan jumlah merchant 28,38 juta yang sebagian besar merupakan UMKM.
"Selain itu kehadiran kami di sini sekarang untuk memperbaharui kerja sama dengan perbankan China. Sebelumnya sudah ada kerja sama hanya untuk perdagangan dan investasi dan hal itu sudah sangat berkembang tapi kami ingin memperluas kerja sama agar lebih banyak bank China maupun bank nasional Indonesia yang dapat berinteraksi menggunakan mata uang negara masing-masing yaitu langsung dari ke yuan dan rupiah tidak perlu ditukarkan ke dolar AS dulu," tambah Perry.
Tidak hanya bekerja sama dengan bank lokal China, Perry juga berencana ada pengembangan lini bisnis lain di luar sektor keuangan yang dapat melakukan transaksi yuan langsung ke rupiah dan tidak perlu ditukar menggunakan dolar AS lebih dulu.
"Asal ada kerja sama antarbank sentral kedua negara, bukan hanya di bidang perdagangan dan investasi tapi juga 'financial asset' dan 'cross border payment system', jadi segera ada transaksi-transaksi lain antara China dan Indonesia dapat dilakukan langsung," ungkap Perry.
Baca juga: Pandu Sjahrir: ASEAN QR Code dapat perluas pasar UMKM
BI dan bank sentral China atau People’s Bank of China (PBC) sudah mulai implementasi kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS) pada 6 September 2021.
Kedua bank sentral telah menetapkan sejumlah bank di negara masing-masing yang akan berperan sebagai Appointed Cross Currency Dealer (ACCD) dengan syarat telah memiliki kemampuan untuk memfasilitasi transaksi rupiah dan yuan sesuai kerangka kerja sama LCS yang disepakati.
Bank-bank yang ditetapkan sebagai ACCD di Indonesia ada 12 bank yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BCA), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Maybank Indonesia Tbk, PT Bank OCBC NISP Tbk, PT Bank Permata Tbk, PT Bank UOB Indonesia, PT Bank of China (Hongkong) Ltd, PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk, PT Bank Danamon Indonesia Tbk dan PT Bank ICBC Indonesia.
Sementara bank yang ditetapkan sebagai ACCD di China ada 8 bank yaitu Agriculture Bank of China, Bank of China, Bank of Ningbo, Bank Mandiri Shanghai Branch, China Construction Bank, Industrial and Commercial Bank of China, Maybank Shanghai Branch, dan United Overseas Bank (China) Limited.
Dengan begitu, kedua perbankan dapat membuka akun dengan mata uang CNY dan IDR di dalam negeri dan menawarkan pertukaran lintas mata uang (cross-currency exchange), pembiayaan, pertukaran (swap), dan forwards dalam pasangan mata uang ini untuk nasabah korporasi dan institusi di kedua negara.
Solusi CNY/IDR tersebut memungkinkan nasabah di Indonesia dan China untuk memiliki akses langsung terhadap penukaran mata uang CNY/IDR dalam negeri serta likuiditas untuk mengurangi risiko transaksi perdagangan dan investasi.
Baca juga: Presiden Jokowi: Inovasi sistem pembayaran digital perlu diperkuat
Baca juga: Asosiasi Perbanas: 30 juta pengguna QRIS optimalkan transaksi digital
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023