Tumpang tindih kawasan hutan, perkebunan dan area pertambangan contohnya tumpang tindih kawasan hutan - perkebunan - area pertambangan di Kabupaten Pasir (Kalimantan Timur),"
Jakarta (ANTARA News) - Buruknya iklim investasi di bidang pertambangan disebabkan karena lemahnya perencanaan wilayah dan ditambah dengan pemberian izin yang tidak tepat.

"Tumpang tindih kawasan hutan, perkebunan dan area pertambangan contohnya tumpang tindih kawasan hutan - perkebunan - area pertambangan di Kabupaten Pasir (Kalimantan Timur)," kata Penasihat Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Agung Wicaksono di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, masih banyak kawasan hutan lindung dan daerah konservasi yang tumpang tindih dengan hutan tanaman industri, perkebunan kelapa sawit dan daerah pertambangan.

Hal ini, menurut dia disebabkan karena adanya desentralisasi pemerintahan sebagai akibat dari penerapan otonomi daerah yang terkadang membuat kebijakan pemerintah pusat dan daerah tidak sejalan.

Adanya pendataan izin pemanfaatan lahan yang terintegrasi bisa dijadikan titik awal dalam mengatasi tumpang tindih pemanfaatan lahan.

Dia mengatakan Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki pemerintahan yang berjalan secara mandiri di setiap wilayahnya.

"Permasalahannya terletak di daerah, karena Indonesia memiliki 399 kabupaten dan 98 kota yang masing-masing memiliki kebijakan yang berbeda," katanya.

Terkait hal ini, menurut dia, kebijakan yang baik memerlukan adanya riset dan tidak bisa hanya dilakukan dengan mengaplikasikan apa yang telah berjalan dengan baik di sektor industri lain.

"Generalisasi bisa jadi bencana, tidak semua industri memiliki enable factor yang sama," katanya.

Menurut dia permasalahan di sektor energi diantaranya hilirisasi, migas, listrik, konektivitas, sistem logistik nasional dan sistem transportasi nasional. Menurut dia, seluruh masalah tersebut harus bisa diselesaikan secara tuntas diantaranya dengan cara mereformasi sistem perizinan dengan menggunakan sistem manajemen informasi terintegrasi (IMS).

IMS memiliki cakupan kewenangan dalam menangani permintaan dan pemrosesan perizinan, pengeluaran izin, pelaporan dan pengawasan, serta penegakan hukum.

Pihaknya menjelaskan bahwa untuk menerapkan IMS ada beberapa tahap yang akan dilewati mulai dari pengumpulan data hingga penerapan sistem secara penuh. Dalam proses tersebut, pihaknya akan bekerja sama dengan berbagai institusi pemerintah yang nantinya akan bersama-sama terlibat sebagai pengguna sistem ini. (A064)

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013