Jakarta (ANTARA News) - Kuasa hukum Gubernur Riau Rusli Zainal menyatakan bahwa kliennya siap ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi sejak yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka penerimaan hadiah terkait dengan perubahan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pembangunan Venue Pekan Olahraga Nasional.

"Ya dari awal sudah ditetapkan sebagai tersangka, jadi pasti siap lah, pokoknya dia (Rusli) akan kooperatif," kata kuasa hukum Rusli, Rudi Alfonso, usai pemeriksaan Rusli sebagai tersangka di gedung KPK Jakarta, Jumat malam.

Rudi yang mendampingi Rusli pada saat pemeriksaan mengungkapkan meskipun kliennya siap untuk ditahan, namun hingga kini pihaknya belum mengetahui kapan gubernur itu akan ditahan oleh KPK.

"Ya kita belum tahu, kalau ditahan ya tidak pulang, artinya sekarang belum dianggap perlu untuk ditahan," jelas Rudi.

Perihal pemeriksaan oleh penyidik KPK, Rudi menjelaskan bahwa kliennya hanya ditanyai seputar tugas pokok dan jabatannya, sehingga belum memasuki pertanyaan yang substansial perihal anggaran yang menyeretnya menjadi tersangka.

"Pemeriksaan tidak ada yang baru, hanya beberapa pertanyaan awal saja, baru mengenai data pribadi saya dan belum masuk substansi," kata Rusli.

Rusli menjadi tersangka dalam tiga perkara di KPK, pertama adalah pembahasan Perda No. 6/2010 dengan sangkaan Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1, yaitu penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait dengan kewajibannya.

KPK juga menetapkan Rusli sebagai orang yang memberikan hadiah kepada pejabat negara dalam pembuatan Perda No. 6/2010 dengan sangkaan Pasal 12, Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 tentang memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara untuk berbuat yang bertentangan dengan kewajibannya.

Selanjutnya, Rusli juga menjadi tersangka dalam kasus korupsi penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HT) di Pelalawan Riau periode 2001--2006 dengan sangkaan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 tentang penyelenggara negara yang menyalahgunakan kewenangannya dan menyebabkan kerugian keuangan negara.

Terkait dengan kasus perubahan Perda PON tersebut, KPK telah menetapkan 14 orang tersangka, 10 di antaranya adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau.

Tiga orang telah divonis, yaitu Faisal Aswan dari Fraksi Partai Golkar dan M. Dunir dari Fraksi PKB dan mantan Wakil Ketua DPRD Riau asal Fraksi PAN Taufan Andoso yang seluruhnya dihukum empat tahun penjara.

Pihak pemerintah, antara lain, mantan Staf Ahli Gubernur Riau Lukman Abbas yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Olahraga pada Dispora Riau Eka Dharma Putri, dan pegawai PT Pembangunan Perumahan (PP) Rahmat Syaputra.

Lukman Abbas pada hari Rabu (13/3) telah divonis lima tahun dan enam bulan penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider hukuman kurungan selama tiga bulan karena terbukti melakukan suap kepada anggota DPRD Riau sebesar Rp900 juta dan menerima dana untuk pribadi sebesar Rp700 juta dari kontraktor PT Adhi Karya dan kontraktor kerja sama operasi (KSO) proyek PON.

Tujuh tersangka lain adalah anggota DPRD Riau, yaitu Adrian Ali (Fraksi PAN), Abu Bakar Siddiq (Fraksi Partai Golkar), Tengku Muhazza (Fraksi Partai Demokrat), Zulfan Heri (Fraksi Partai Golkar), Syarif Hidayat dan Muhamad Rum Zein (Fraksi PPP), serta Turaoechman Asy`ari (Fraksi PDI Perjuangan). (M048/N005)

Pewarta: Maria Rosari
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013