Bogor (ANTARA News) - Tim peneliti IPB yang beranggotakan Prof Slamet Budijanto, Aziz B Sitanggang, MSc, dan Dr Sam Herodian berhasil menciptakan mesin pengawet bekatul, bahan makanan yang selama ini dikenal tidak tahan lama.

"Mesin sederhana yang sudah masuk dalam 179 Inovasi IPB dalam Inovasi Indonesia Paling Prospektif dan mendapatkan penghargaan dari Kemenristek RI ini sudah dibuat dua unit," kata Slamet Budijanto di Bogor, Jawa Barat, Minggu.

Ia menjelaskan satu mesin sudah digunakan di Jawa Timur oleh kelompok tani wanita di Pasuruan, dan satunya ada di IPB.

Menurut Slamet Budijanto, yang juga Direktur F-Technopark Fakultas Teknologi Pertanian IPB, timnya mencoba menginisiasi apakah bisa bekatul dimanfaatkan untuk pangan.

"Ternyata bisa, namun masih terkendala bahwa bekatul tidak awet," katanya.

Untuk mengawetkannya, kata dia, maka perlu proses melalui sebuah alat yang bisa menjadikannya awet.

Pada zaman dulu, katanya, untuk mengwetkan bekatul cukup dengan disangrai saja.

"Kalau dulu itu disangrai, namun ternyata disangrai itu tidak stabil, susah mengontrol suhu dan waktunya, sehingga kematangannya pun tidak merata," katanya.

Dengan kondisi itu, tim menciptakan mesin yang prinsip kerjanya adalah penggunaan suhu tinggi dalam waktu yang singkat.

"Sebetulnya ini adalah proses sangrai tapi berkesinambungan," katanya.

Ia menjelaskan mesin sederhana itu memiliki lorong mesin penstabil namanya "screw".

Cara kerjannya, bekatul akan dilewatkan dalam lorong panas yang bisa dikontrol dengan waktu yang bisa dikontrol juga.

Dikemukakannya bahwa jika bekatul sudah awet mau diolah untuk pangan apa pun bisa.

Melalui teknik tersebut, katanya, bekatul bisa dipakai untuk pangan dan pakan, yang bisa awet sampai enam bulan.

Mutu stabil

Keunggulan inovasi itu, kata dia, membuat bekatul yang diolah mutunya tetap stabil meskipun disimpan lebih dari enam bulan.

Selain itu, juga bisa meminimalkan kerusakan mikronutrien yang bermanfaat bagi kesehatan, dan juga membuka peluang pemanfaatan bekatul menjadi bahan baku pangan fungsional.

Pihaknya sudah bisa menjual bekatul hasil olahan dengan mesin itu, di mana 150 gram bekatul sangrai dijual 15 ribu di Serambi Botani, Bogor, yang ternyata laku.

Dengan hasil seperti itu, katanya, bekatul tidak hanya untuk pakan, namun bisa dimanfaatkan juga sebagiannya untuk pangan.

"Kita minta 30 persen untuk pangan sisanya silakan untuk pakan," katanya.

Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir yang terbungkus oleh sekam.

Istilah bekatul terutama disematkan kepada padi, karena serealia inilah yang dikenal dalam budaya Nusantara. Namun demikian, bekatul dapat diperoleh pula dari jagung, gandum, milet, serta jelai.

Kandungan gizi bekatul dikenal luas sejak ditemukannya vitamin B1 (tiamin) dari beras yang belum disosoh.

Kandungan gizi lainnya adalah serat pangan, pati, protein, serta mineral.

Selain kaya dengan kandungan gizinya, bekatul dikenal juga dengan berbagai banyak manfaat untuk kesehatan kita.

Produksinya yang melimpah membuat bekatul mudah didapat dan harganya murah.

Sayangnya, pemanfaatan bekatul hingga saat ini masih sebatas sebagai pakan ternak saja.

Meskipun begitu, menurut Slamet Budijanto, Indonesia masih mengimpor minyak bekatul tersebut dari Thailand.

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013