Kami sampaikan ke Presiden, belajar dari DKPP setahun ini timbul beberapa yang kami laporkan berkenaan dengan model kerja DKPP sebagai pengadilan etika pertama di Indonesia,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshidiqie mengusulkan agar Indonesia mempunyai skema sidang etika yang berlangsung secara terbuka dan menerapkan prinsip-prinsip peradilan yang modern.

"Kami sampaikan ke Presiden, belajar dari DKPP setahun ini timbul beberapa yang kami laporkan berkenaan dengan model kerja DKPP sebagai pengadilan etika pertama di Indonesia. Kita seperti pengadilan semua prinsip pengadilan modern diterapkan, semua pihak didengarkan, sidang terbuka. Ada bukti, ada advokat," kata Jimly dalam keterangan pers yang berlangsung di Kantor Presiden Jakarta, Selasa usai bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Jimly mengatakan model yang digunakan oleh DKPP saat ini diusulkan dapat diadopsi untuk proses sidang etik terutama yang menyangkut pejabat negara atau pegawai pemerintah sehingga dapat transparan dan tuntas serta adil.

"Kami usulkan DKPP menjadi model untuk membangun sistem etika bernegara. Bapak Presiden sambut baik. Beliau selalu kalau bicara etika, selalu concern dalam etika berbangsa dan bernegara. Saya diminta berkoordinasi dengan para menteri, seperti Mendagri, Menko, Menkumham, Menpan. Pemerintah sedang mempersiapkan pemabahasan dengan DPR beberapa RUU misalnya etika pemerintahan, RUU aparatur sipil negara," katanya.

Jimly mengatakan setiap lembaga atau bidang dapat memiliki komisi etik masing-masing, namun sistem yang selama ini digunakan yaitu rapat tertutup dapat diubah menjadi sistem yang digunakan oleh DKPP.

"Kode etiknya pun tidak perlu seragam disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing tapi cara kerjanya kayak pengadilan dan memerlukan lembaga banding etik namanya mungkin mahkamah etika. Ini kerja sama dengan semua lembaga. Ini bisa menunjang proses penegakan hukum di negara kita," katanya.



DKPP

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) selama satu tahun sejak Juni 2012 telah menerima 217 laporan pelanggaran etik penyelenggaraan Pemilu.

Dari data yang disampaikan oleh DKPP saat kunjungan Ketua DKPP Jimly Asshidiqie bersama anggota DKPP lainnya ke Kantor Presiden Jakarta, Selasa, dijelaskan sebanyak 217 perkara itu, masing-masing terdiri atas 99 kasus yang diterima antara Juni hingga Desember 2012 dan 118 antara Januari hingga Mei 2013.

Dari jumlah itu, 45 perkara atau 21 persen laporan berasal dari Sumatera, 64 perkara atau 29,5 persen dari Jawa dan Bali.

Untuk Sulawesi dan Kalimantan terdapat 51 perkara atau 23,5 persen sementara Papua, Maluku dan Nusa Tenggara 42 perkara atau 19,5 persen dan KPU Pusat 14 perkara atau 6,5 persen.

Setelah dilakukan verifikasi formil, perkara disidangkan melalui sidang di Kantor DKPP melalui sidang pemeriksaan di daerah atau di tempat dan atau melalui "video conference".

Dari sidang yang digelar pada Juni-Desember 2012 terdapat 67 perkara, sementara perkara yang disidangkan antara Januari hingga Mei 2013 terdapat terdapat 138 perkara.

Sedangkan dari 205 perkara yang disidangkan sejak DKPP dibentuk pada 12 Juni 2012 hingga per Mei 2013 keputusannya untuk periode Juni hingga Desember 2012 terdapat 30 perkara, 25 orang yang menjalani proses rehabilitasi, 18 orang diperingatkan dan 31 dikenakan pemberhentian

Pada periode Januari hingga Mei 2013 terdapat 51 perkara, 199 orang direhabilitasi, 28 orang mendapat peringatan dan 39 orang dikenakan pemberhentian.

Anggota DKPP yang diterima Presiden pada Selasa siang, masing-masing Jimly Asshidiqie, Nur Hidayat Sardini, Saut Hamonangan Sirait, Ida Budhiati, Nelson Simanjuntak, Valina Singka Subekti dan Abdul Bari Azed.
(P008/H-KWR)

Pewarta: Panca Hari Prabowo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013