Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih berpendapat melemahnya nilai tukar rupiah karena pengaruh rencana kebijakan bank sentral Amerika Serikat yang mendorong dolar menguat.

"Dolar AS menguat karena The Fed diperkirakan mengurangi pembelian obligasi pemerintah dari posisi sekarang 85 miliar dolar AS menjadi belum tahu berapa dan kapan. The Fed sudah memberi sinyal jika ekonomi AS menunjukkan perbaikan maka ada pengurangan stimulus," ujar Lana Soelistianingsih di Jakarta, Kamis.

Menurut Kepala Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia tersebut, investor mulai keluar dari bond market dan saham di AS, akumulasi likuid (tunai) sehingga USD menguat. Akibat penguatan ini, mata uang lainnya melemah termasuk indonesia.

Faktor kedua, ia menjelaskan, dari dalam negeri. Investor menunggu kebijakan BBM subsidi. Kalau jadi naik per 17 Juni ini tentu akan mengurangi tekanan pelemahan.

"Tapi kalau belum juga dinaikkan (kabarnya baru akhir juni atau awal Juli) atau ditunda sampai selesai Lebaran, tekanan kepada rupiah berlanjut," kata dia.

Jadi kombinasi eksternal dan internal ini yang melemahkan kurs rupiah.

"Karena itu faktor internal ini bisa dieliminir supaya tidak menambah sentimen negatif dari eksternal," ujar dia.

Ketika disinggung sampai kapan pelemahan rupiah, ia mengatakan hanya sementara mungkin sampai dengan triwulan ke-3 ini.

"Tunggu saja meeting the Fed Juli ini kira-kira sinyalnya bagaimana? Selama belum ada kejelasan dari the Fed selama itu pula dolar menguat, dan rupiah melemah," kata dia.

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013