Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nazaruddin Sjamsuddin menyatakan bahwa dirinya tidak pernah memerintahkan Hamid Awaluddin untuk melakukan negosiasi harga segel surat suara Pemilihan Presiden 2004. "Saya tidak pernah memerintahkan saudara Hamid untuk mengadakan rapat pada 14 Juni," kata Nazaruddin Sjamsuddin saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus korupsi dengan terdakwa Daan Dimara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa. Nazaruddin menambahkan, bahkan ia tidak mengetahui adanya pertemuan 14 Juni 2004 yang dihadiri oleh Hamid Awaluddin, Bakri Asnuri, Direktur Royal Standar, Untung Sastrawijaya, dan beberapa orang lainnya. Sementara itu, Daan Dimara dalam tanggapannya mempertanyakan mengapa sempat dipanggil oleh Ketua KPU dan mendiskusikan mengenai harga segel surat suara yang sudah dinegosiasikan. Namun, Nazaruddin tetap menyatakan, tidak pernah mengetahui rapat negosiasi harga tersebut. "Saya merasa tidak pernah mendapat laporan dari Hamid Awaluddin. Mengenai memanggil terdakwa saya lupa," ujar Nazaruddin. Ditambahkannya, seorang Ketua KPU tidak dapat menentukan harga suatu pengadaan barang, termasuk segel surat suara, karena kewenangannya ada di panitia yang kemudian diajukan ke pleno KPU. Dari sejumlah keterangan saksi pada sidang sebelumnya diketahui bahwa Untung Sastrawijaya pada 14 Juni 2004 ikut serta dalam rapat yang juga dihadiri oleh Hamid Awaluddin yang saat itu menjadi anggota KPU. Dalam rapat itu kemudian ditentukan harga segel surat suara untuk Pilpres I dan Pilpres II senilai Rp99 per keping. Pada Pemilu legislatif harga segel surat suara senilai Rp120 per keping. Selain Nazaruddin, juga memberikan kesaksian dalam sidang iru adalah mantan Kepala Biro Keuangan KPU, Hamdani Amin, dan Wakil Sekjen KPU, Sussongko Suhardjo. Sementara itu, Hamid Awaluddin yang kini menjabat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) tidak dapat hadir sebagai saksi, karena harus menghadiri rapat dengan DPR membahas RUU Perlindungan Saksi dan Korban. Daan Dimara didakwa memperkaya rekanan pengadaan segel surat suara pemilu 2004 senilai Rp3,54 miliar. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai, hal tersebut terjadi lantaran terdakwa selaku ketua pengadaan segel surat suara melakukan penunjukan langsung yang tidak sesuai prosedur. Daan didakwa melanggar hukum sesuai Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP pada dakwaan pertama primair. Daan juga didakwa menerima uang 110.000 dolar Amerika Serikat (AS) dari Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin. Uang tersebut berasal dari rekanan KPU, termasuk PT Royal Standard. Untuk itu, Daan didakwa melanggar hukum sesuai Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Majelis hakim yang diketuai oleh Gusrizal akan melanjutkan persidangan pada Selasa (25/7) pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Hamid Awaluddin dan ahli. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006