Jakarta (ANTARA News) - Ratusan titik panas yang bermunculan sejak awal kemarau di Provinsi Riau telah berkurang menjadi enam titik Kamis ini setelah BPPT menyemai 26,4 ton garam ke awan dalam operasi hujan buatan.

"Sejak dimulainya operasi hujan buatan pada Sabtu hingga Kamis, titik panas yang sebelumnya mencapai 194 menjadi tinggal enam titik," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Heru Widodo pada satu seminar di Jakarta, Kamis.

Heru mengatakan selama periode itu sudah delapan kali penerbangan penyemaian awan, enam kali dengan Hercules yang masing-masing membawa empat ton garam dan dua kali dengan Cassa yang membawa 1,2 ton garam serta tiga helikopter untuk menembakkan bom air.

Menurut dia, titik panas baru bermunculan di tengah musim kemarau Agustus-September, namun kali ini malah muncul di bulan Juni, saat kemarau baru mulai, api sudah muncul.

"Ada anomali cuaca di mana pada awal kami datang kondisi udara di Riau sangat kering. Ini disebabkan badai tropis Leepi yang muncul di Filipina yang menyedot uap air di Kalimantan dan Sumatera, disusul badai tropis Babinca di Laut China Selatan," katanya.

Setelah penyemaian awan dan hujan buatan sampai hari keenam sudah enam kabupaten diguyur hujan, yakni Kabupaten Bengkalis, Rokan Hulu, Indragiri Hilir, Siak, Palalawan dan Pekanbaru, ujarnya.

Ia meminta warga tidak lagi membakar lahan karena hotspot masih harus terus diwaspadai hingga empat bulan lagi, saat kemarau mulai berganti menjadi musim hujan.

Dia juga mengungkapkan mulai muncul titik panas di Kalimantan Tenga, Kalimantan Selatan, Jambi dan Sumatera Selatan, sehingga pihaknya harus kembali bersiaga bersama tim dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, TNI dan lainnya.

Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam Ridwan Djamaludin mengatakan, idealnya BPPT memiliki 10 pesawat khusus untuk operasi modifikasi cuaca, bukan lima unit seperti dimiliki sekarang.

Kelimanya terdiri dari tiga milik swasta, satu Hercules milik TNI dan satu pesawat lainnya milik BPPT yang pilotnya sudah pensiun, kata Ridwan.

"Sementara tenaga-tenaga muda belum ada yang memiliki sertifikat terbang," demikian Ridwan.

Pewarta: Dewanti Lestari
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013