Depok (ANTARA News) - Aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak memperoleh simpati publik, bahkan mendapat penilaian negatif dari publik, demikian hasil penelitian Prapancha Research.

"Ini terbukti dengan sentimen negatif pemberitaan tentang unjuk rasa di media-media maupun tanggapan masyarakat di media sosial," kata Direktur Eksekutif Prapancha Research, Geger Riyanto, di Depok, Jumat.

Menurut hasil riset, ia menjelaskan, masyarakat justru menganggap unjuk rasa itu mengganggu ketertiban umum, menunjukkan bahwa kini penyampaian aspirasi melalui demonstrasi belum tentu efektif untuk menggalang dukungan publik.

"Kicauan di media sosial oleh akun yang berpengaruh justru memiliki dampak yang lebih luas, terlihat dari bagaimana ekskalasi isu di media sosial sejalan dengan ekskalasi isu di media konvensional," katanya.

Menurut peneliti Prapancha Research, Cindy Herlin Marta, hasil penelitian menunjukkan, dari 271 pemberitaan tentang unjuk rasa memprotes kenaikan harga BBM, sebanyak 48,71 persen menunjukkan sentimen negatif, 28,78 persen bersentimen netral dan hanya 22,51persen yang bersentimen positif.

Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa pemerintah tercatat minim mengomunikasikan penjelasan tentang kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi (hanya 58 berita).

Hasil penelitian itu diperoleh dari survei yang dilakukan Prapancha Research pada 271 pemberitaan tiga media cetak utama (Kompas, Bisnis Indonesia dan Rakyat Merdeka) serta 105.668 percakapan di media sosial sepanjang 10-26 Juni 2013.

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013